PURBALINGGA   – Deputi Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Purwokerto, Fadhil Nugroho mengatakan, pertumbuhan ekonomi Purbalingga pada  tahun 2014 tergolong tinggi. Yakni meningkat 1 persen dari 5,6 persen pada 2013 menjadi 5,7 persen pada 2014.  Peningkatan itu di atas Banjarnegara dan Cilacap, namun masih di bawah Banyumas

Dia menuturkan, peningkatan ekonomi Purbalingga didominasi oleh sektor industri pengolahan makanan dan minuman sebesar 25 persen, pertanian 18 persen, perdagangan besar dan eceran nonreparasi mobil dan sepeda motor 15 persen dan konstruksi 10 persen.

“Pada 2015, hingga kuartal ketiga pertumbuhannya tercatat  4,0 persen. Naik dibanding kuartal kedua  yang hanya 3,9 persen tapi lebih rendah dari kuartal yang sama tahun 2014 sebesar 6,0. Ini baru angka proyeksi BI yang diambil dari data riil BPS,” katanya saat Rakor Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten Purbalingga di ruang rapat bupati komplek Setda Purbalingga, Rabu (18/11).

Sementara itu, Sulastri dari Badan Pusat Statistik (BPS) Purbalingga menyebutkan, pada Oktober lalu, harga barang di Purbalingga mengalami deflasi karena turunnya harga beberapa komoditi yaitu cabai, daging ayam dan telur sebesar 1,93 persen

Menurutnya, Purbalingga bukan salah satu kota survei biaya hidup (SBH) sehingga BPS belum wajib melaporkan hasil survei inflasi/deflasi ke BI. Namun demikian survei itu tetap dilakukan dan dilaporkan ke provinsi dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Purbalingga sebagai bahan acuan kebijakan.

Fadhil menambahkan guna menekan inflasi, cara terbaik adalah menggenjot di sistem produksi sehingga para petani dapat ditingkatkan daya belinya. Jika keterasediaan barang mencukupi,  maka harga akan stabil.

Plt Sekda Purbalingga Kodadiyanto mengakui, TPID Purbalingga saat ini belum berfungsi secara optimal. Karena itu ke depan pihaknya akan sering melakukan rapat seperti itu agar pemkab bisa mengeluarkan kebijakan berdasarkan data di lapangan untuk menjaga kestabilan harga di masyarakat. (Hardiyanto).