PURBALINGGA, Sekitar 61,74 persen dari 881.831 penduduk Purbalingga, telah terjamin asuransi kesehantannya melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sisanya, termasuk yang mampu maupun 140-an ribu penduduk miskin non kuota dimotivasi untuk mengikuti asuransi kesehatan berskala nasional yang terbuka untuk segala lapis masyarakat ini. “Program pemerintah ini harus didukung oleh semua pihak, karena program ini sangat bermanfaat dan membantu bagi siapa saja yang sakit, terutama yang terkendala masalah biaya,” ujar Bupati Drs H Sukento Rido Marhaendrianto MM saat melakukan peninjauan pelaksanaan BPJS ke puskesmas-puskesmas dan RSUD Goeteng Tarunadibrata, Senin (6/1). Menurut Kepala Operasional BPJS Kesehatan Purbalingga Sutrisno, selain 140-an ribu penduduk miskin non kuota, pihaknya juga memotivasi perusahaan-perusahaan baik PMDN maupun PMA untuk mengikutsertakan seluruh pekerjanya. Sebab, data yang diperolehnya dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Purbalingga, dari sebanyak 27.942 pekerja, yang terjamin BPJS Kesehatan baru sebanyak 4.940 peserta atau sekitar 17,6 persennya saja. “Kami sangat memotivasi perusahaan agar memikirkan kesejahteraan pekerjanya dengan mengikutkan mereka dalam program ini. Cukup murah kok,” imbaunya. Trisno menambahkan, besaran iuran untuk pekerja penerima upah hanya 5 persen dari gaji yang diterima tiap bulan. Dari 5 persen itu, 4 persen diantaranya menjadi tanggungan perusahaan, 0,5 persen dibayar pekerja, dan 0,5 persen disubsidi pemerintah. “Satu peserta dengan jumlah tanggungannya sebanyak 5 orang, yaitu ayah, ibu dan tiga orang anak,” imbuhnya. Kepada Bupati Sukento saat berkunjung ke Kantor BPJS Kesehatan Purbalingga yang berada di depan Pasar Mandiri itu, Trisno menceritakan di hari pertama dilaksanakannya program ini, tepatnya Kamis (2/1), pihaknya menerima limpahan pasien berpenyakit kronis. Bahkan, ada seorang pasien hemodialisa (cuci darah) yang mendaftarkan diri untuk kelas III senilai Rp 25.500, hari itu juga kartu BPJS Kesehatannya jadi dan langsung digunakannya di hari yang sama. Pasien ini menerima tindakan cuci darah tanpa dipungut biaya sepeserpun. “Luar biasa! Ini jelas sangat membantu warga miskin terutama yang terserang penyakit kronis,” jelasnya. Seperti diketahui, BPJS Kesehatan ini terbuka untuk semua lapis masyarakat, semua profesi bahkan yang tidak bekerja sekalipun. Persyaratan sangat mudah, datang saja ke kantor BPJS Kesehatan dengan membawa fotokopi KK, fotokopi KTP, fotokopi surat nikah/surat cerai, fotokopi akta kelahiran, pas foto 3×4 (balita tidak perlu), dan mengisi formulir yang telah disediakan. “Untuk peserta kelas I, diminta premi 59.500 rupiah per bulan per jiwa, kelas II 42.500 rupiah dan kelas III 25.500 rupiah,” jelasnya. Jika dari pusat on line terus, kata dia, kartu BPJS Kesehatan bisa langsung jadi tanpa menunggu esok harinya. Sempat Melambat Pelaksanaan BPJS Kesehatan di beberapa puskesmas dan rumah sakit relatif tanpa kendala. Menurut Direktur RSUD dr Goeteng Tarunadibrata dr Nonot Mulyono Mkes, kendala hanya muncul di hari pertama, Senin (2/1). Karena ternyata ada banyak tambahan data yang mesti di-entry untuk tiap pasiennya. Sehingga para pasien mengeluh menunggu terlalu lama pada loket pendaftaran. “Pada hari berikutnya, kami antisipasi dnegan menambah dua orang petugas di pendaftaran. Alhamdulillah, cukup memperlancar. Dan sekarang, di hari keempat ini, sudah lancar,” jelasnya. Nonot menginformasikan untuk program kali ini, pasien juga mesti melampirkan foto kopi surat rujukan puskesmas atau dokter keluarga, disamping surat rujukan yang asli dan kartu BPJS Kesehatan. Meski menambah persyaratan, ternyata para pasien tidak banyak mengeluh. Perbedaan mendasar lainnya yang cukup berdampak pada rumah sakit, kata dia, pada pembayaran sistem per paket penyakit. Jika pada tahun sebelumnya, rumah sakit menerima pembayaran klaim per tindakan, misal laboratorium dibayar tersendiri, rongent, dokter spesialis, dan sebagainya semua dibayar tersendiri, namun saat ini, pembayaran klaim dilakukan per penyakit. Misal penyakit diabetes sekian rupiah dengan fasilitas laboratorium , dokter spesialis dan lain-lain. “Pada kasus komplikasi, akan ada diagnosa tambahan, nah ini hitungan rupiahnya berbeda lagi,” tambahnya. Yang paling merugikan rumah sakit, jika dokter salah dalam menegakkan diagnosa. Misal dokter mengira si pasien terserang typhus, namun ternyata pasien ini berpenyakit lain. Maka tindakan yang dilakukan pada diagnosa pertama tidak akan diganti oleh BPJS Kesehatan. “Ya memang sudah menjadi resiko kami. Karenanya, pada saat rapat sebelum pelaksanaan, saya sampikan kepada rekan-rekan untuk benar-benar cermat dalam memperkirakan penyakit sehingga berbagai tindakan untuk menegakkan diagnosa tidak mubazir,” katanya. Selain ke RSUD Goeteng Tarunadibrata, Bupati Sukento juga mengunjungi Puskesmas Kota dan Puskesmas Bobotsari. Persoalan juga masih seputar entry data yang bertambah. Namun karena jumlah pasien di Puskesmas tak sebanyak rumah sakit, kenyataannya tidak terlalu menjadi persoalan. Obat Gratis Hampir serupa pada ASKES, BPJS Kesehatan juga hanya membayar obat yang sesuai standar. Semua obat yang masuk dalam tanggungan BPJS Kesehatan gratis tanpa dipungut biaya. Meskipun obat kanker sekalipun. Menurut Nonot, pihaknya tetap mempersilahkan pasien yang ingin naik kelas dengan tambahan fasilitas termasuk obat di luar tanggungan BPJS Kesehatan. “Hanya saja memang dokter tidak diperbolehkan menawarkan obat paten tertentu. Kami juga melarang dokter melakukan kontrak dengan perusahaan obat paten,” jelasnya. Nonot mengakui kebijakan BPJS Kesehatan ini mungkin akan sangat perusahaan obat paten. Namun dia mengatakan, semua kembali pada pasien itu sendiri. (cie)