PurbalinggaNews – Sebanyak 72 siswa perwakilan dari 12 SMP di Purbalingga serta beberapa dari Pemalang dan Sragen mengikuti Kemah Budaya bagi Pelajar Tingkat Kabupaten Purbalingga 2019 di Bumi Perkemahan Munjulluhur, Purbalingga, 23 sampai 24 April 2019. Pada rangkaian kegiatan yang diselenggarakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Purbalingga ini, para siswa diperkenalkan salah satu warisan budaya Kabupaten Purbalingga berupa Batu Tulis/Prasasti Cipaku, Kecamatan Mrebet.
“Prasasti ini telah dialihaksarakan oleh Arkeolog dari UGM Drs Koesen dan terbaca ‘Indra Wardana Wikrama Deva’,” papar G. Kurniawan selaku instruktur Kemah Budaya yang juga anggota Tim Ahli Cagar Budaya ini kepada para siswa.
Para siswa juga diajak untuk melihat secara langsung bentuk aksara prasasti ini yang masih menggunakan aksara Jawa Kuno. Prasasti ini, menurut Kurniawan juga salah satu bukti evolusi dan dinamika budaya dalam penggunaan aksara oleh orang jawa.
Siswa diajak membedakan aksara-aksara yang selama ini digunakan oleh berbagai prasasti sesuai periodisasi zaman. Mulai yang paling tua yakni huruf Pallawa, Jawa Kuno hingga Jawa Moderen yang saat ini masih dipelajari di sekolah.
Mengenai makna dari apa yang tertulis di prasasti, saat ini belum diketahui secara pasti meskipun sudah dikonsultasikan ke arkeolog di UGM, UI bahkan epigraf dari India. “Namun, melihat jenis aksarannya, prasasti Cipaku ini diperkirakan berasal dari abad 8 sampai 10 masehi. Dimana Jawa Kawi ini cukup familier digunakan kerajaan-kerajaan zaman tersebut,” katanya.
Meski demikian, sesuai literatur-literatur yang ada umumnya prasasti-prasasti memperingati penetapan sebidang tanah atau suatu daerah sebagai sima, daerah perdikan, sebagai anugrah raja kepada seorang pejabat yang telah berjasa kepada kerajaan atau sebagai anugerah raja untuk kepentingan sesuatu bangunan suci. penetapan suatu sima merupakan peristiwa yang amat penting karena menyangkut perubahan status sebidang tanah, yang di dalam masyarakat Indonesia selalu mempunyai hubungan religio-magis dengan penduduk yang tinggal di atasnya.
Selain batu tulis Cipaku, para penggalang ini juga dikenalkan benda-benda cagar budaya yang lain khususya di Museum Lokastithi Giribadra Cipaku, seperti Arca Ganesha, batu lumping. Disitu siswa diajak untuk bisa membedakan, mana benda yang masuk kriteria cagar budaya dan mana yang tidak.
Kegiatan yang berlangsung 2 hari ini, mereka sebelumnya juga telah mendapatkan materi tentang sejarah dan cagar budaya, diantaranya oleh Kurator Museum Sangiran (Kemdikbud), Anjarwati Sri Sajekti SS MSc, serta Guru Sejarah yang juga Pemerhati Sejarah dari SMPN 2 Purbalingga Dwi Hatmoko SPd MPd. Beberapa lomba mereka ikuti seperti Lomba Eksplorasi cagar Budaya, Lomba Lukis Tong Sampah, Lomba Literasi cagar Budaya, kegiatan Dinamika Kelompok.
Kepala Seksi Cagar Budaya dan Permuseuman Dindikbud Purbalingga, Sudino SPd menyampaikan tujuan Kemah Budaya ini memotivasi generasi muda, khususnya pelajar guna memanfaatkan museum dan cagar budaya sebagai sarana pembelajaran dan rekreasi. “Selain itu juga untuk meningkatkan kepedulian generasi muda terhadap pelestarian warisan budaya,” katanya.
Muhammad Galan salah satu peserta dari SMPN 2 Pemalang mengaku berkesan dengan kemah ini, selain ada kegiatan kepramukaan yang mengajarkan kekeluargaan, kekompakan juga dikenalkan wawasan sejarah dan kebudayaan. “Kami mendapatkan pengetahuan lebih dalam dari apa yang dipelajari di sekolah. Kami juga menyadari bahwa peninggalan-peninggalan sejarah sangat penting untuk terus dilestarikan karena banyak manfaat baik untuk masa sekarang maupun yang akan datang,” katanya.(Gn/Humas)