PURBALINGGA – Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi SE BEcon MM mentargetkan adanya penurunan 2 % per tahun dalam pengentasan masalah stunting. Hal itu diungkapkan dalam acara Rakor & Penandtanganan Komitmen Penurunan Stunting Tingkat Kabupaten Purbalingga, Kamis (11/7) di Ruang Ardilawet Setda Purbalingga.
Ia memaparkan, Purbalingga termasuk kabupaten di Jateng yang mendapat prioritas penanganan stunting jadi dari 35 kabupaten/kota. Purbalingga masuk dari 12 besar dalam prioritas penanganan stunting.
“Mulai tahun 2016 angka stunting kita ada di angka 26%, 2017 naik ke 28,4%, 2018 angka stunting kita berada di 26,%,” katanya.
Dari situ, Purbalingga punya kewajiban agar di tahun 2022 angka stunting itu bisa berada di bawah 20%. Oleh karenannya Bupati meminta agar ada upaya-upaya dalam rangka menghitung mundur dari 2022 sampe dengan sekarang ini. “Paling tidak, setiap tahun bisa turun 2%,” katanya.
Dari target itu, Bupati meminta untuk mengidentifikasi terlebih dahulu sumber masalah yang sebenarnya dari stunting/ kondisi gagal tumbuh ini. Apakah dari factor gizi, genetic, sanitasi, apakah factor kesehatan yang lain. Sedangkan penanganannya dilaksanakan lintas sektoral.
“Ketika misalnya disebabkan factor kurangnya asupan pangan, maka harus diketahui apa penyebabnya. Apakah karena kesulitan mencari sumber penghasilan/pengangguran, tingginya harga pangan. Apakah karena sanitasi yang buruk, dan sebaginya. Maka perlunya penanganan bersama antar seluruh komponen tidak hanya Dinkes tapi tadi juga Dinrumkin, Dinaker, Dinpertan, DKPP, dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Ia menyampaikan, saat ini stunting menjadi salah satu prioritas program pemerintah pusat, karena ternyata data World Health Organization (WHO) Indoneisa ini dikatagorikan sangat tinggi. Hampir 30% lebih balita-balita yang ada di Indonesia mengalami stunting.
Bupati mengakui telah menerima surat dari Bappenas maupun dari Kemenkes agar ada prioritas-prioritas dari kabupaten ini dengan menganggarkan di dalam APBD terkait dengan pengentasan masalah stunting. Hal ini merupakan sangat penting karena salah satu indikator kunci kesejahteraan anak, sebab semakin banyak anak stunting menandakan kesejahteraan anak menurun.
Ada 10 desa di Purbalingga sebagai pilot project penanganan Stunting. Diantaranya Sangkanayu, Candinata, Kalitinggar, Bantarbarang, Pelumutan, Cilapar, Brecek, Sempor Lor, Kradenan, dan Selaganggeng. “Jadi desa-desa ini wajib hukumnya menganggarkan dari dana DD untuk penuntaskan stunting. Harus ada gayung bersambut dari desa dan kita akan membantu,” katanya.,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Purbalingga, drg Hanung Wikantono MPPM menjelaskan ada dua upaya untuk menurunkan jumlah stunting. Yaitu penurunan melalui intervensi spesifik dan intervensi sensitive.
“Intervensi spesifik, yaitu memperhatikan masalah fisiknya, yang kita lakukan adalah menjamin kucukupan gizi, pemeriksaan kesehatan, pemberian makanan tambahan dan pola asuh sementara. Sedangkan intervensi sensitive tentunya adalah pengolalan akses terhadap kecukupan gizi, sanitasi lingkungan, kemudian perilaku masalah di kehidupanya dan sebagainya. Tentu ini tidak bisa di laksanakan oleh bidang kesehatan sendirian,” katanya. (Ar/Humas)