PURBALINGGA, INFO – Sejumlah gereja di wilayah kota dan di kecamatan di Purbalingga mulai menggelar ibadah secara tatap muka, hari Minggu (5/7) ini. Ibadah tidak seramai biasanya, karena dibuat bertahap dan setiap ibadah dibatasi jumlahnya. Protokol kesehatan juga diterapkan secara ketat saat kebaktian.
Pantauan di Gereja Kristen Jawa Purbalingga menyebutkan, jemaat gereja diminta datang setengah jam lebih awal. Sebelum masuk di cek suhu badannya dan diminta mencuci tangan. Deretan kursi juga sudah ditandai. Yang bertanda silang tidak boleh diduduki.
“Ini ibadah pertama sejak kasus Covid-19 menjadi pandemic. Sebelumnya kami menggelar ibadah terakhir pada tanggal 15 Maret 2020. Kapasitas tempat duduk setiap ibadah dibatasi maksimal 140 orang. Ibadah kami lakukan tiga kali, jam 07.00, jam 09.00 dan jam 16.30 WIB. Namun, masih ada yang mengikuti ibadah secara online di rumah, khususnya bagi jemaat yang sudah berusia lanjut dan kemungkinan mudah terpapar penyakit,” kata Pendeta GKJ Purbalingga Rudiarto Budi Prasetyo, S.Th.
Menurut Rudiarto, sesuai protokol kesehatan, ruangan gereja yang biasanya menggunakan pendingin AC untuk sementara tidak dihidupkan. Pintu gereja dibuat terbuka sehingga sirkulasi udara langsung ke luar. “Saat memberikan persembahan, juga tidak model kantong diedarkan, tetapi jemaat memasukan persembahan di kotak yang disediakan di pintu masuk. Kami benar-benar menerapkan protokol kesehatan sebagaimana rekomendasi Tim Gugus Tugas Penanganan dan Pencegahan Covid-19 Kabupaten Purbalingga,” katanya.
Sementara itu dalam kotbahnya, Pendeta Rudiarto membawakan Tema ‘Karya Kristus membawa Kelegaan’. Pendeta Rudiarto mengungkapkan, Tuhan Yesus menawarkan janji yang sangat terbuka.
Seperti yang difirmankan-Nya:“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Pemulihan yang ditawarkan memberi kelegaan. Permasalahannya, kelegaan yang ditawarkan tidak sebatas pada pembebasan dari kondisi letih lesu. Perlu ditindaklanjuti dengan cara belajar pada Yesus.
“Caranya dengan belajar kepadaNya. Rasanya bukan hal yang sulit. Mengapa? Karena Yesus telah merasakan setiap penderitaan saat diriNya menjadi manusia, sehingga Ia tahu apa yang harus diberikan. Manakala beban berat dirasakan bersama dengan Tuhan niscaya akan menjadi ringan,” katanya. (PI-7)