PURBALINGGA , Perbedaan indikator kemiskinan atntar kementrian/lembaga (K/L) membuat pengentasan kemisikinan menjadi terhambat. Masing-masing K/L membuat indikator dalam melaksanakan program kemiskinan. Imbas perbedaan tersebut membuat pemerintah daerah sulit untuk memetakan permasalahan yang ada di wilayahnya.
Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Ngudiarto mengatakan perbedaan indikator kemisikinan membuat program kurang efektif dan tepat sasaran. Hal tersebut berakibat kepada perbedaan data kemiskinan di masing-masing lembaga.
“Penanggulangan kemiskinan merupakan permasalahan utama dan mendesak bagi pemerintah. Untuk itu diperlukan langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistematis, terpadu, dan menyeluruh,” ujar Ngudiarto pada saat kegiatan pengkajian konsep dan indikator kemiskinan di Waroeng Joglo, Kamis (17/9).
Ngudiarto menambahkan karena sangat mendesaknya diperlukan koordinansi, sinkronisasi terhadap berbagai kebijakan pengentasan kemiskinan agar berjalan secara efektif dan efesian.
“Kalau perlu dibentuk kementrian yang khasus untuk menanggulangi permasalahan kemiskinan. Pergantian nomenklatur kementrian juga menjadi penghalang pemerintah daerah dalam melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat,” ujarnya
Widiaiswara Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS), Gunanto mengatakan konsep indicator kemikskinan menurut kementrian sosial pertama adanya ketiadaan akses dengan lembaga ekonomi, sehingga pendapatannya rendah.
Kedua adanya disfungsi peran dalam struktur keluaga. Ketiga adanya kecacatan (netra, daksa, grahita, wicara, mantan penyandang penyakit kronis) yang belum tervokasi dalam pendidikan dan pekerjaan. Dan yang ke empat adanya kerterlantaran yang menyebabkan keterisolasian dalam masyarakat.
“Dengan konsep yang dikembangkan oleh Kemensos dan telah di uji oleh para pakar di berbagai Universitas, B2P3KS akan melakukan penelitian untuk memetakan kemiskinan di Purbalingga,”ujar Gunanto
Untuk melakukan penelitian B2P3KS lanjut Gunanto, B2P3KS akan merekrut tenaga di lima kecamatan sampel masing-masing enam orang. Diambil dari TKSK, PSM, pendamping PKH, Kasi Kesos Kecamatan, Pengurus Karang Taruna, Sakti Pkesos/TKSM, Mantis (menguasai Teknologi Informasi).
Untuk mengentaskan kemiskinan Dinsosnakertrans juga sudah melakukan berbagai upaya antaralain pemberdayaan kelompok usaha bersama (Kube) pedesan sebanyak 65 kelompok, Kube perkotaan 25 kelompok, masing- masing kelompok mendapatkan bantuan usaha sebesar Rp 20 juta.
Pemugaran rumah tidak layak huni (RTLH) dari tahun 2004 sebanyak 31 rumah, 2012 sebanyak 50 rumah, 2014 sebanyak 130 rumah dan tahun 2015 sebanyak 85 rumah. Jumlah anggaran RTLH sampai sekarang telah mencapai Rp 2,99 milyar. (Sapto Suhardiyo)