PURBALINGGA – Untuk mewujudkan obsesi sebagai destinasi wisata pertama di Jateng, Kabupaten Purbalingga perlu memiliki city branding. City branding ini nantinya bisa menjadi tagline yang membentuk opini positif di masyarakat dan menjadi daya pikat tersendiri. Sementara disisi lain, perlu melakukan pembenahan kembali sejumlah daya tarik wisata agar lebih unik dan menarik.
Hal tersebut terungkap dalam diskusi kecil ‘Purbalingga Tourism Development Roadmap’ yang digelar di aula Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga, Selasa (1/3). Diskusi dihadiri Kepala Dinbudparpora Drs Subeno, SE, M.Si, Kabid Pariwisata Ir Prayitno, M.Si, dan jajaran pejabat Dinbudparpora serta nara sumber dari konsultan multi usaha dan bisnis Abadan Life Support Yogyakarta.
Raharja Tri Kumuda, profesional dari Abadan Life Support mengungkapkan, branding suatu kota diyakini akan menjadi magnet yang mampu menyedot kunjungan wisatawan ke salah satu kota. Misalnya saja, branding kota Yogyakarta yakni Jogja Istimewa dengan pemilihan huruf yang unik, menjadi daya pikat tersendiri bagi wisatawan yang datang ke Yogyakarta. Begitu juga dengan branding kota lain seperti Solo, the Spirit of Java. “Branding ini tidak perlu menggunakan bahaya Inggris, tapi cukup dengan bahasa yang mengena dan mudah dipahami,” kata Kumuda.
Menurut Kumuda, untuk mencari branding suatu kota, tidak perlu dengan mengadakan sayembara. Tetapi melalui tim kecil yang beranggotakan dari berbagai komunitas. Bisa dari tokoh masyarakat, pelaku wisata, budayawan, seniman, media, advertiser, praktisi Informasi dan Teknologi. Branding itu harus memiliki makna dari berbagai sudut, termasuk pemilihan font atau huruf yang tepat. Setelah muncul ide dituangkan dalam sebuah kalimat yang simple dan mudah dipahami. “Nantinya, perlu dilakukan uji publik juga, agar mendapat masukan dari masyarakat,” kata Kumuda.
Dibagian lain, Kumuda menyarankan daya tarik wisata Purbalingga dengan ikon Owabong perlu dilahirkan kembali dengan menambah permainan-permainan yang menarik. “Perlu ada hal yang sedikit ekstrem dan sedikit mengganti konsep agar Owabong tetap diminati wisatawan di masa mendatang. Intinya, perlu semacam Owabong reborn, melahirkan kembali Owabong dengan konsep baru,” kata Kumuda.
Alasan perlunya melahirkan kembali Owabong, karena persaingan daya tarik wisata berbasis waterpark sudah semakin ketat. Hampir di semua kabupaten kini memiliki waterpark dengan keunikan sendiri-sendiri. “Melalui konsep rebornOwabong, kami yakin Owabong akan mampu kembali berjaya seperti antara tahun 2008 – 2009,” ujar Kumuda yang menjadi konsultan bisnis pariwisata di sejumlah daerah di Yogya, Jateng dan Jatim.
Selain Owabong, Purbalingga juga perlu memiliki tempat kuliner yang bisa buka 24 jam. Taman usman Jantin Park bisa dibenahi kembali dengan menghadirkan kuliner yang khas dan dibuka 24 jam. Selain itu, pembenahan pusat kota khususnya di alun-alun dan juga taman kota juga perlu dilakukan agar lebih menarik.
“Setelah pembenahan daya tarik dan kondisi perkotaan, perlu dilakukan upaya promosi besar-besaran dengan melalui berbagai cara dan sarana. Promosi bisa melalui travel market, internet, media sosial, promosi langsung ke kota-kota besar dan bahkan ke luar negeri. Purbalingga sudah saatnya perlu membentuk semacam Badan Promosi Pariwisata Daerah yang tugas utamanya promosi pariwisata sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Kepariwisataan nomor 10 tahun 2009,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinbudparpora Purbalingga Subeno mengungkapkan, pembangunan pariwisata di Purbalingga terus dipacu guna mewujudkan obsesi Purbalingga sebagai daerah tujuan utama di Jateng. Sejumlah pembangunan infrastruktur pendukung juga dilakukan antara lain pada tahun 2016 ini dengan melebarkan jalur Karangreja – Goa Lawa – Kutabawa, kemudian jalur Kutabawa – Desa wisata Serang hinggaSelaganggeng. Disisi lain, dibukanya bandara Wirasaba untuk penerbangan komersial akan mendukung pariwisata. “Purbalingga juga telah menyiapkan sarana transportasi taksi dan juga reaktifasi jalur kereta Purwokerto – Wonosobo. Pembangunan prasarana ini tentunya akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan pariwisata di Purbalingga,” kata Subeno.
Subeno menambahkan, disisi lain, komitmen Bupati Purbalingga Tasdi dan wakil Bupati Dyah Hayuning Pratiwi dalam mengembangkan pariwisata juga dinilai sangat positif. Pembangunan pariwisata dinilai mampu mengurangai angka kemiskinan yang mencapai angka 20,53 persen dari jumlah penduduk Purbalingga masih menjadi pekerjaan rumah bupati dan wakil bupati saat ini. “Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa-desa wisata, juga kami yakini mampu mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran di desa serta menggerakan perekonomian masyarakat di desa,” tambah Subeno. (y)