PURBALINGGA – Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi SE BEcon MM didampingi kepala OPD terkait melakukan monitoring terhadap pekerjaan pemeliharaan berkala jalan Bojong – Panican (Kemangkon), Kamis (8/9). Bupati memberi peringatan kepada rekanan pelaksana proyek ini mengingat di hari terakhir kontrak ini (8 September 2022) progres pekerjaan baru 23,66% atau sangat lambat.
“Dari DPUPR sudah melakukan berbagai upaya, mulai dari Teguran I, II dan III. Ternyata sampai hari ini tidak ada itikad baik dari pelaksana. Bisa dilihat dari ujung sana (Bojong) sampai pertigaan Pasar panican tadi tidak ada kegiatan-kegiatan apapun padahal ini hari terakhir kontrak. Dimungkinkan bila tidak ada itikad baik dari rekanan selama beberapa hari ke depan maka kegiatan ini akan putus kontrak,” kata Bupati Tiwi.
Putus kontrak dalam hal ini berarti mengakhiri kontrak dengan mekanisme sanksi dan denda kepada rekanan. Seperti yang diketahui, proyek ini terlelang dengan harga penawaran Rp 5.009.572.000 dari DAK Reguler dengan HPS Rp 5.750.000.000, atau turun 12,88%. Tender dimenangkan oleh CV Putra Nusantara.
“Ini menjadi warning kepada seluruh rekanan pelaksana proyek pemerintah untuk bekerja secara profesional dan proporsional, sesuai dengan nilai kontrak yang telah ditandatangani bersama. Karena bila tidak ada itikad baik dari rekanan tidak profesional maka pemerintah tidak segan-segan untuk memutus kontrak proyek tersebut,” katanya.
Berdasarkan pantauan, proyek Pemeliharaan Berkala Jalan Bojong Panican baru dilakukan pengaspalan lapis dasar pada sebagian jalan dan pengerjaan sebagian drainase. Belum sampai pada pelapisan HRS.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Purbalingga Cahyo Rudiyanto ST mengatakan sebelum dilakukan putus kontrak, akan dilakukan rapat antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom) dengan rekanan. Jika rekanan tidak bisa menyelesaikan sampai dengan batas waktu yang ditentukan, maka akan putus kontrak.
“Sanksi yang diberikan berupa blacklist rekanan selama satu tahun dan jaminan pelaksana sebesar 5% dari Rp 5 miliar,” katanya.
Menurut Cahyo, keterlambatan Pemeliharaan Berkala Bojong – Panican ini terjadi karena dua kondisi. Pertama kemampuan finansial pemborong, kedua, karena harga material di pasaran ternyata jauh di atas harga penawaran.
“Sudah kami klarifikasi dasar mereka membuat harga penawaran itu apa?. Itu survey harga dari supplier atau dari mana? ternyata itu mereka hanya ngotak atik harga dari analisa sendiri dan tidak survei di lapangan. Dan ini juga harga aspal naik terus dan tiap bulan. Semakin timpang antara harga penawaran dengan harga pasaran,” katanya.(Gn/Humas)