PURBALINGGA INFO – Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Ditjen Politik dan PUM) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI menggelar webinar dalam rangka mendukung kelancaran penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024 dan sebagai upaya untuk membangun ekosistem pemilu yang sehat.
Webinar dengan tema ‘Momentum Pemilu Serentak Tahun 2024 Sebagai Wujud Pembinaan Kesadaran Bela Negara, Sarana Pembinaan Ideologi Pancasila Dan Wawasan Kebangsaan’ berlangsung secara daring, Rabu (18/1/23).
Bertempat di Ruang Rapat Bupati, Pemerintah Kabupaten Purbalingga mengikuti webinar tersebut yang dihadiri oleh beberapa Organisasi Pemerintah daerah (OPD) antara lain Sekretariat Daerah, Kesbangpol, dinkominfo, Bawaslu, KPUD, dan pengurus partai politik.
Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Bahtiar dalam sambutannya menyampaikan tujuan pelaksanaan webinar ini merupakan perwujudan dari sinergi antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat untuk bersama-sama menjaga pelaksanaan pemilu serentak 2024 dengan aman dan kondusif sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila dan juga sebagai wujud kesadaran bela negara dan pembinaan wawasan kebangsaan.
“Kita jadikan momentum yang menurut teori dan konsep adalah ajang perebutan kekuasan yang konstitusional, kita jadikan ajang perebutan kekuasaan ini untuk memperkuat kesadaran bela negara dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa,” katanya.
Sementara itu Wakil Rektor IPDN Bidang Akademik, Hyronimus Rowa menuturkan pemilu harus dikelola dengan baik, dimana elemen-elemen penyelenggara pemilu harus bisa berperan dengan efektif dan efisien.
“Pemilu di Indonesia memiliki banyak tantangan seperti Tantangan politik identitas, isu sara, buzer, hoaks, money politik, siap menang tidak siap kalah, netralitas birokrasi, persoalan logistik, serta ketidaksiapan penyelenggara,” katanya.
Dalam laporan Indeks Demokrasi Dunia, lanjut Hyronimus Rowa, Indonesia mengalami Flawed Democracy (Demokrasi yang cacat). Flawed democracy bermakna negara telah melaksanakan Pemilu secara adil dan menghormati kebebasan sipil, namun memiliki budaya politik yang terbelakang, partisipasi politik yang rendah dan berbagai persoalan pemerintahan.
“Akibatnya bukan kandidat terbaik yang terpilih sehingga kinerja tidak optimal, menyebabkan kerusakan sistemik yang melahirkan Kebijakan yang tidak pro rakyat, dan rakyat menjadi korban,” pungkasnya. (DHS/Kominfo)