PURBALINGGA – Tujuh Tahun bukan waktu yang pendek bagi keluarga Muslikun (42), warga RT 3/ RW VI Desa Karangduren, Kecamatan Bobotsari, Purbalingga. Selama tujuh tahun itu pula, Muslikun beserta istri dan dua anaknya, tinggal di rumah yang sangat sederhana. Luas rumahnya hanya sekitar 4 x 3 yang berdiri disebelah rumah orang tua sang istri.
Namun, kini Muslikun bisa tersenyum lega. Ia akan memiliki rumah yang boleh dibilang layak untuk tempat tinggal. Anak-anak juga punya tempat belajar sendiri, dan ada sarana MCK (mandi cuci kakus). Rumah Muslikun direhab melalui gerakan gotong royong Rehab Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang dicanangkan Bupati Purbalingga Tasdi.
Dana untuk rehab, bukan berasal dari APBD Purbalingga, melainkan gotong royong antara siswa, dan guru di SMPN 1 Bobotsari. Anak pertama Muslikun, Heni Afiati merupakan siswa kelas 7 D di sekolah itu. “Bantuan rehab senilai Rp 15 juta ini berasal dari gotong royong siswa dan guru SMPN 1 Bobotsari,” ujar Kepala SMPN 1 Bobotsari Joko Supriyadi, S.Pd, M.Pd disela-sela rehab rumah itu, Kamis (12/1).
Muslikun mengungkapkan, penghasilannya sebagai buruh di sebuah peternakan ayam di wilayah Bobotsari, hanya cukup untuk membiayai hidup dan sekolah anaknya. Muslikun mengaku tidak punya dana yang cukup untuk merehab rumah. “Sepertinya saya sudah pasrah, penghasilan hanya cukup untuk membiayai hidup sehari-hari. Boro-boro untuk memperbaiki rumah, semua penghasilan hanya untuk makan sehari-hari,” kata bapak dua orang anak ini.
Muslikun mengungkapkan, kepedulian teman-teman anaknya di SMPN 1 Bobotsari, dan juga dukungan pihak sekolah, ternyata merubah semangat hidupnya. “Saya seperti mimpi saja, rumah saya tiba-tiba diperbaiki. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu rehab rumah saya, apalagi dihadiri pak Bupati dan pejabat kabupaten,” ujarnya.
Heni Afiati, putri pertama Muslikun mengaku sangat terharu atas bantuan teman-teman dan gurunya. “Teman-teman saya di SMPN 1 Bobotsari, ternyata sangat pedulu dengan kehidupan keluarga kami. Mereka dengan sukarela mengumpulkan uang untuk merehab rumah orang tua saya. Saya mengucapkan rasa terima kasih yang sangat besar untuk semuanya,” tutur Heni yang bercita-cita menjadi dokter.
Rehab RTLH serempak juga dilakukan oleh dua sekolah lain di Bobotsari, masing-masing senilai Rp 10 juta dari SMPN 2 dan SMPN 3 Bobotsari. Sumbangan SMPN 2 untuk rumah warga di Desa Karangtalun, sedang sumbangan keluarga besar SMPN 3 Bobotsari untuk membangun rumah di Desa Talagening. Rumah yang dibangun merupakan rumah milik orang tua siswa yang kurang mampu di sekolah tersebut.
Bupati Tasdi mengatakan, di Purbalingga ada kurang lebih 241.000 rumah dengan kepala keluarga (KK) sejumlah 301 ribu. Dari jumlah rumah tersebut sebanyak 11, 6 persen atau sekitar 27.000 termasuk rumah tidak layak huni. Lantai rumahnya masih dari berupa tanah, dindingnya masih pakai anyaman bambu atau gedek serta atapnya banyak yang bocor.
“Saya berkomitmen, selama diberi amanah masyarakat Purbalingga, saya akan terus menggerakan rehab RTLH. Rehab tidak hanya dari dana APBD saja, tetapi perlu dukungan masyarakat, seperti dari sekolah di Bobotsari ini. Selain itu, setiap kepala desa juga diminta mengganggarkan ADD (Alokasi Dana Desa) untuk merehab 2 – 3 rumah di wilayahnya,” kata Tasdi.
Tasdi menyebutnya, langkah yang diambil ini sebagai jihad untuk mengurangi angka kemiskinan di Purbalingga. “Saya akan terus berjihad untuk memerangi kemiskinan, salah satunya dengan melakukan gerakan gotong royong rehab RTLH. Dari dana APBD tahun 2016, setidaknya sudah direhab 2.500 rumah, dan pada tahun 2013, akan direhab lagi 3.000 rumah tidak layak huni,” kata Tasdi.
Tasdi juga mengetuk hati kepada semua komunitas dan kelompok masyarakat yang merasa mampu agar bisa ikut ambil bagian membantu warga Purbalingga yang masih kesusahan. “Semua pihak harus ikut bergerak, membantu saudara-saudara kita yang masih hidup dibawah garis kemiskinan. Membantu rumah warga yang tidak layak huni, agar mereka juga mendapat kesempatan hidup yang sehat dan layak,” ujar Tasdi. (yit/kie)