PURBALINGGA, HUMAS – Kemajuan teknologi informasi dan perkembangan media menuntut kompetensi personil humas dan anggota Bakohumas (Badan Koordinasi Kehumasan) untuk bisa mengimbanginya. Humas dituntut mampu menjadi winner (pemenang) untuk mendukung tugas-tugasnya, dan bukannya menjadi losser (pecundang). Disisi lain, seorang Humas harus pintar menempatkan diri dengan loyal terhadap organisasinya dan loyal terhadap publik yang menjadi sasaran informasi.
Hal tersebut terungkap dalam Pertemuan Bakohumas Tingkat Kabupaten Purbalingga yang digelar di Operation Room Graha Adiguna, Selasa (27/11). Pertemuan yang dibuka oleh Plt Sekda Imam Subijakto, S.Sos, M.Si menampilkan pembicara Drs Sigit Oediarto (Wakil ketua PWI Jateng VI wilayah Banyumas) tentang Menjalin kemitraan dengan Pers, kemudian Kabag Humas Setda Drs Rusmo Purnomo dengan materi optimalisasi peran Humas, serta Kasubag Analisis & Kemitraan Media, Ir Prayitno, M.Si yang membawakan materi ’The Winner or Losser’.
Prayitno yang membawakan materi cukup menarik dan menampilkan contoh-contoh melalui cuplikan film membuat para anggota Bakohumas termotivasi. Seperti halnya ketika mencontohkan video audisi x-Factor dengan peserta Christoper Malone. Sosok Malone yang memiliki talenta bernyanyi hebat, namun selalu takut ketika tampil. Malone dalam tayangan video itu menyatakan, dirinya selalu ingat omongan negatif orang-orang akan kemampuannya. Namun, singkat certa, berkat dorongan sang nenek, Malone mampu yakin akan menjadi juara serta menjadi penyanyi terkenal.
”Ada substansi yang bisa dipetik pada diri Malone adalah bahwa, seorang pemenang (winner) tidak takut kalah. Begitu juga dengan Humas dan personil Bakohumas, harus mampu melawan rasa takut agar bisa tampil baik,” tutur Prayitno.
Dibagian lain, Prayitno juga menggambarkan jika Humas harus mampu menanamkan kata-kata dan pikiran sehingga publik akan tergugah untuk bersimpati dan mengetahui lebih jauh informasi apa yang disampaikan. Prayitno menggambarkannya dalam sebuah cuplikan video ’I am a blind’. Seorang lelaki tua dan buta menjadi peminta-minta disebuah lokasi keramaian. Disebelah lelaki itu tertulis kalimat yang artinya ’Saya buta, tolong saya’. Namun, kalimat itu rupanya tidak membuat simpati orang yang lalu lalang lewat. Suatu ketika lewatlah seseorang wanita yang mengganti kalimat itu menjadi lebih halus, ’Hari ini hari yang indah, namun sayang, saya tak bisa merasakannya’.
”Pemilihan kata dan kalimat yang tepat ini yang perlu menjadi dicontoh sebagai personil Humas,” kata Prayitno yang pernah bekerja sebagai wartawan selama 14 tahun ini.
Seorang pemenang, lanjut Prayitno, memiliki sikap. Antara lain, harus berkata lembut, jujur, berani mengakui kesalahan dan selalu sabar mendengar. ”Seorang Humas harus mampu mengoreksi diri, yakin, memegang teguh karakter positif, bekerja keras, bekerja dengan prioritas, memiliki komitmen untuk berubah, terbuka, mengambil tanggung jawab dan kreatif,” katanya.
Batu Loncatan
Sementara itu, Sigit Oediarto mengungkapkan, peran humas tidak akan optimal jika orang-orang yang menangani bidang kehumasan tersebut tidak dibekali pemahaman pengetahuan, ataupun keterampilan dibidangnya. ”Sering pula hanya sekedar dijadikan unit yang terdekat dengan pengambilan kebijakan, atau batu loncatan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi,” kata Sigit Oediarto yang juga Kepala Biro Suara Merdeka Wilayah Banyumas.
Sigit menambahkan, Humas merupakan payung besar yang menaungi banyak bidang keahlian, dan lebih luas dari sekedar penghubung antar pers dan klien seperti yang biasa dilakukan. ”Tugas publikasi hanya bagian kecil dari humas. Humas modern jauh dari sekedar penciptaan publisitas, karena humas itu suatu ’program total’ yang meliputi banyak kegiatan yang kompleks,” tambahnya.
Loyalitas Humas
Penyaji lainnya, Rusmo Purnomo menyoroti loyalitas kinerja Humas. Humas mau tidak mau harus loyal terhadap organisasi itu sendiri, namun disisi lain Humas juga harus memiliki loyalitas kepada publik. ”Agar keduanya berimbang, maka Humas harus mampu bekerja kerja dengan profesional. Dalam posisi ini Humas juga menjadi benteng organisasi, ketika organisasi menghadapi persepsi negatif dari publik,” katanya. (Humas/y)