PURBALINGGA, HUMAS – Bagi pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) tentu ingin omzet usahanya terus meningkat. Peningkatan usaha menjadi titik keberhasilan seorang pngusaha, meski itu diawali dengan usaha kecil seperti Pedagang kaki Lima (PKL).
“Jangan dianggap remeh dan sepele, di sejumlah Negara dan di beberapa tempat di Indonesia, UKM bisa berkembang pesat. UKM tak hanya jadi usaha kelas menangah, tapi jadi Usaha Kecil Miliaran,” tutur General Marketing PT Triangle Indonesia-Produsen sepeda motor Viar, Ir Akhmad Zafitra Dalie saat memberikan motivasi bagi pelaku UMKM pada acara Workshop Kewirausahaan bagi pelaku usaha sektor perindustrian, perdagangan, koperasi dan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah), di Gedung Graha Sarwa Guna (GSG), Selasa (26/3).
Menurut Dalie, jika telah berhasil, UKM cenderung menduplikasi outlet dan membuka cabang baru. Padahal, membuka outlet baru tentu membutuhkan biaya yang sangat mahal. “Di luar negeri seperti di Yunani, bisnis UKM bisa besar, tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar. Mereka tak perlu membuka tempat baru dengan menyewa kios atau gedung yang jika dihitung secara ekonomis akan BEP (Break Event Point) dalam jangka waktu lama. Cukup dengan membuka kios secara mobile,” kata Dalie.
Dalie mencontohkan, di Sumatera, ada penjual ketoprak yang sukses. Mereka tidak menyewa tempat yang mahal, tetapi berjualan secara mobile. Uang untuk menyewa tempat, dibelikan sepeda motor yang sudah dimodifikasi sesuai kepentingan. Dengan motor ini, lokasi jualan bisa berpindah-pindah mencari keramaian orang. “Mereka mensiasati jika pagi hari berjualan ketoprak, kemudian siang hari jualan nasi rames, dan sore hingga malam jualan martabak. Omzetnya bisa naik tiga kali lipat, dan hanya mengganti isi gerobaknya saja,” kata Dalie.
Begitu pula di tempat lain seperti di Ambon, Aceh dan Lampung. Para pelaku UKM berjualan minyak goreng atau kebutuhan rumah tangga dengan model APKA (Anda Pesan Kami Antar). “Ada juga, penjual pulsa keliling, bengkel keliling dan bahkan cuci mobil keliling,” ujar Dalie.
Sementara itu, motivator lainnya Marius Wiwiet Widyarto, owner dan sekaligus Direktur Utama produsen kaos C 59 Bandung mengungkapkan, kebanyakan pelaku UKM atau orang yang baru akan mulai membuka usaha biasanya dihadapi pada persoalan takut, malu dan malas. Ada yang takut menjadi pengusaha, lebih memilih menjadi PNS, malu jika harus berjualan pisang goreng, dan malas akibat salah pergaulan.
“Orang memilih menjadi entrepreneur biasanya kalau sudah kepepet. Kepepet untuk mencukupi kebutuhan hidup. Ini yang disebut the power of kepepet. Biasanya, kaum ibu lebih cepat kreatif jika sudah kepepet,” ujar Wiwit panggilan Marius Wiwiet Widyarto.
Wiwiet juga mengajak para pelaku UKM di Purbalingga untuk menciptakan Purbalingga sebagai kota entrepreneur. Kalau Kota Bandung bisa, kenapa Purbalingga tidak bisa. Banyak potensi yang bisa digali. Wiwiet mencontohkan kalau di Bandung terkenal dengan jeans, batagor, kenapa di Purbalingga yang ada produsen permen Davos namanya tidak dikenalkan. Di Purbalingga, lanjutnya, misalnya ada banyak produsen knalpot, ada banyak perajin kaos di Kecamatan Rembang, kenapa tidak membuat kaos yang menarik dengan desain gambar knalpot.
“Untuk meraih sukses dalam berbisnis, cukup tahu cara-caranya, coba-coba, cuan (uang), dan community (komunitas). Kalau soal uang, modal urusan belakangan. Orang sukses biasanya akan punya satu atau banyak cara, sementara orang yang tidak sukses akan punya satu atau banyak alasan kenapa gagal,” ujar Wiwit.
Dalam kesempatan itu Bupati Purbalingga Drs H Heru Sudjatmoko, M.Si menegaskan kembali komitmennya kepada dunia usaha jika akan menanamkan investasi di Purbalingga. Pemkab akan memberikan kemudahan dan dukungan infrastruktur untuk berkembanyanya dunia usaha. Kami terbuka dengan investasi yang hendak ditanamkan di Purbalingga, baik mulai dari investasi skala kecil mulai dari Pedagang Kaki Lima (PKL) hingga industri besar,” kata Heru Sudjatmoko.
Menurut Heru, pemerintah harus bermitra dengan dunia usaha. Hal ini karena dunia usaha mampu memberikan lapangan kerja bagi masyarakat. Dunia usaha juga harus diberi kesempatan untuk melakukan sustainable marketing dan sustainable economic Meski, usaha itu berbentuk PKL sekalipun, jika satu PKL bisa menyerap dua atau tiga lapangan kerja, maka kalau ada 100 PKL akan bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak.
”Masyarakat tidak harus berharap untuk menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang tentunya sangat terbatas. Keberadaan dunia usaha inilah yang justru akan menciptakan lapangan pekerjaan baru. Semakin banyak usaha yang dijalankan, tentu akan semakin banyak pula lapangan pekerjaan yang tersedia,” tegas Bupati Heru. (Humas/y)