Alun-alun tak hanya sebagai jantung kota Purbalingga. Banyak orang yang sengaja datang ke alun-alun untuk memanjakan lidahnya dengan berwisata kuliner disini.
Sejak jaman dahulu, Alun-alun menjadi tempat favorit bagi pedagang kaki lima untuk menjajakan makanan. Pada era kepemimpinan Triyono Budi Sasongko, setelah Alun-alun yang semula memiliki empat lapangan lalu disatukan, alun-alun semakin ramai dan menjadi sentra jajan di Purbalingga.
“Makanan apa aja ada disini. Gampang nyarinya. Kendaraan apa aja bisa lewat sini. Banyak pilihannya. Bisa juga sambil momong anak karena disini juga banyak permainan, odong-odong misalnya,” ujar Tari (25) warga Penambongan yang mengaku sering datang ke Alun-alun bersama suami dan anak-anaknya.
Tak hanya warga asli Purbalingga, para pendatang yang menginap di hotel-hotel terdekat juga lebih mudah menjangkau pusat kuliner ini. Seperti Henk De Roo dari Belanda yang sempat menginap di salah satu hotel melati tidak jauh dari alun-alun. Henk mengaku senang mencicipi masakan tradisional di negara yang dia tuju.
“It’s great!” serunya setelah mencicipi beragam masakan yang tidak bisa ditemukannya di Belanda, seperti sate, nasi goreng, dan sebagainya.
Kuliner di Alun-alun hanya ada di sore dan malam hari. Sebab, di pagi dan siang hari, alun-alun hanya diperbolehkan untuk kegiatan publik dan pemerintahan, seperti upacara, pameran dan sebagainya. Untuk mencicipi aneka hidangan, datang saja sekitar pukul 17.00 WIB. Maka akan banyak pilihan untuk mengisi perut sekaligus memanjakan mulut. (*)