PURBALINGGA – Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) memberikan rekomendasi kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Republik Indonesia dan juga Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) terkait penanganan salah satu problematika penting dunia pendidikan yaitu kekurangan tenaga pendidik/guru yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia baik dari tingkat pendidikan dasar maupun menengah.
“Rekomendasi ini adalah hasil Forum Group Discussion (FGD) antara APKASI dengan para Kepala Dinas Pendidikan dan juga Bupati di lingkungan APKASI pada tanggal 7 Desember 2017 di aula Perpustakaan Nasional Republik Indonesia,” kata Staf Ahli APKASI Bidang Pendidikan, Hj. Himmatul Hasanah, MP. saat memberikan sambutanya pada audiensi dan sosialisasi program peningkatan mutu pendidikan daerah, di Pendopo Dipokusumo Kab. Purbalingga, Kamis (20/09).
Rekomendasi tersebut yang pertama adalah pencabutan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 tahun 2005 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi calon PNS, kedua rekomendasikan diterbitkannya peraturan tentang pengangkatan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (P3K) sehingga menjadi landasan hukum bagi Pemerintah Daerah/Kabupaten/Kota dapat mengangkat tenaga honorer khususnya tenaga guru tidak tetap sebagai solusi mengatasi kekurangan guru.
“Untuk mengisi kekosongan guru dari TK sampai dengan SMP, Pemerintah harus memberikan kesempatan bagi tenaga honorer untuk memenuhi kualifikasi maupun kompetensi ataupun rekrutmen guru baru untuk menggantikan guru pensiun yang jumlahnya kian besar tiap tahunnya. Dan hal ini akan terus kami kawal,” katanya.
Menurutnya, yang perlu juga dipikirkan juga adalah formasi K2 (honorer yang sudah lama mengabdi) dan hal ini lebih dikarenakan Pemerintah tersandung persoalan linier walaupun ada bargaining untuk mengangkatnya jadi PNS, namun dengan kemungkinan kecil. Selanjutnya adalah mencatat moratorium guru dan memberi kesempatan pada tenaga honorer guru yang sudah lama mengabdi dan juga melindungi guru dari kriminalisasi.
“Rekomendasi perlindungan guru dari kriminalisasi ini muncul melihat adanya kasus penganiayaan Kepala Sekolah yang dianiaya wali siswanya di Sulawesi, maka peserta peserta FGD waktu itu sepakat merekomendasikan hal ini,” jelasnya.
Rekomendasi berikutnya adalah menyederhanakan segala urusan administrasi guru sehingga guru lebih punya banyak waktu untuk mendidik dan mendampingi belajar anak didiknya, karena beban minimal 24 SKS dan maksimal 40 sangat menyita waktu guru untuk pemenuhan administrasi dan seringkali mengesampingkan waktu bersama anak didiknya, sehingga seringkali pendidikan karakter terabaikan karena guru sudah lelah.
Selanjutnya APKASI juga akan menyediakan media khusus guru yang menuangkan isu-isu kependidikan dan mewadahi aspirasi dari dunia pendidikan serta akan menjadi kekuatan guru untuk bersuara melalui majalah pendidikan yang dikoordinir oleh PGRI di masing-masing Kabupaten/Kota. APKASI juga merekomendasikan dikembalikanya kewenangan pengelolaan SMA/SMK ke Pemerintah Kabupaten/Kota dan saat ini APKASi masih mengevaluasi efesien dan efektifnya pengelolaan SMA/SMK oleh Pemerintah Provinsi.
“Kami juga rekomendasikan UPT Pendidikan tetap harus ada di setiap Kecamatan untuk memaksimalkan pelayanan terhadap guru di daerah, kemudian mengembalikan kewenangan sepenuhnya pengelolaan dana BOS sesuai RKAPBS sekolah masing-masing dan melanjutkan program sinergi APKASI dan daerah dalam rangka peningkatan mutu guru dengan metode mengajar yang mudah, cepat dan menyenangkan khususnya bagi daerah yang belum melaksanakan program tersebut,” jelasnya. (t/humas)