Bakmi Jawa-nya sudah menjadi klangenan banyak orang sejak masih dijajakan dengan berkeliling oleh Pak Sunar di tahun 1960-an. Di tangan cucunya, Eny Setyowati, Bakmi Sunar seolah tetap menjadi magnet bagi siapapun yang ingin menikmati Bakmi Jawa di Purbalingga.
Seperti malam-malam sebelumnya, suasana di Warung Bakmi Jawa Pak Sunar masih ramai pengunjung datang silih berganti. Setelah mobil mewah bernomor polisi R berakhiran A keluar dari arena parkir, datang lagi beberapa mobil dan sepeda motor yang membawa para penumpang yang tengah dilanda lapar. Warung Bakmi Jawa Pak Sunar, memang tak pernah sepi pengunjung.
“Saya sudah langganan Bakmi Jawa ini sejak Pak Sunar dagang keliling pakai gerobak. Sekarang Pak Sunar sudah meninggal, dan diteruskan cucunya, trus menempati disini, saya masih tetap langganan. Karena disini memang enak,” ujar Indra (60), warga Keturunan Tionghoa yang mengaku bisa berkali-kali dalam seminggu makan di warung yang kini dikelola Budi Suprihartanto, suami Eny.
Budy mengisahkan, Sunar memang mengawali dagang bakmi sejak tahun 1960, berkeliling dengan gerobaknya. Dalam dua tahun, dia sudah memiliki pelangga, sehingga Sunar memutuskan untuk mangkal di koplak (semacam terminal tidak resmi-red) yang berlokasi di barat Alun-alun Purbalingga.
“Pada tahun 1970-an, ada pembangunan terminal, jadi koplak itu dipindah. Banyak pemilik kios yang bingung karena kehilangan pembeli, termasuk Pak Sunar. Akhirnya beliau memilih lokasi jualan di Perempatan Kawedanan,” ungkapnya.
Baru sekitar tahun 1990, Sunar memindahkan lokasi dagangnya ke komplek kios di utara Masjid Agung Darussallaam yang kini masih ditempati Eni utuk melanjutkan estafet penjualan Bakmi Jawa ini. Ya, dari sekian banyak keturunan Sunar, hanya Eni yang melanjutkan usaha ini.
Untuk Bakmi Jawa, Eni tidak pernah menyerahkan pemasakannya ke orang lain. Tentang bumbu, hingga tungku atau anglo untuk memasak, tak pernah berubah sejak kakeknya masih aktif berdagang.
“Gerobak ini, adalah gerobak yang digunakan Mbah Sunar untuk berdagang keliling. Tidak pernah saya ganti, karena ini maish bagus dan kuat,” jelasnya.
Budi berkisah dirinya pernah menggantikan anglo dengan kompor gas untuk memudahkan Eni memasak dan agar lebih cepat dalam menyajikan. Tapi ternyata para pelanggan tidak suka, banyak yang protes karena rasanya jauh berbeda. Tak hanya itu, Budi pernah berusaha merenovasi warung agar lebih nyaman dan modern serta mengganti furnitur yang serba stainless agar terkesan bersih dan lebih nyaman.
“Ternyata pelanggan malah kabur. Katanya kesannya terlalu lux, mereka takut mahal. Maka kami sekarang nggak berani mengganti apapun,” ungkap Budi yang mengaku tidak lagi membuka cabang dimanapun.
Untuk sepiring Bakmi Jawa, Anda hanya perlu merogoh kocek sebanyak Rp 18.000. Selain Bakmi Jawa, warung Pak Sunar ini juga menyediakan Sate Ayam, Sate Kambing, aneka Cap cay, dan aneka nasi goreng. Semuanya relatif terjangkau dengan harga termahal Rp 25.000 untuk sate kambing. Nyam-nyam yuk….(*)