PURBALINGGA – Perkembangan karya batik di Kabupaten Purbalingga semakin beragam. Selain batik tulis dan printing, kini keluarga Mulyono di Desa Karangtalun Kecamatan Bobotsari, Purbalingga mengembangkan motif batik ciprat yang menghasilkan karya batik yang unik dan mewah.
Dinamakan batik ciprat, karena dalam memproduksi batik ini selalu diwarnai dengan “cipratan” warna abstrak tanpa bentuk. Namun hasilnya justru menjadi ciri khas kain batik yang dikembangkan keluarga seniman warga RT 1 RW 6 ini. Dalam mengembangkan batik motif ciprat, Mulyono sang Bapak yang lama menggeluti bidang design, berkolaborasi dengan Kurniawan Dwi Hastanto sarjana seni lulusan Universitas Negeri Semarang (Unes).
“Di keluarga kami ya Saya (Mulyono-red) dan anak saya Kurniawan yang menekuni batik. Beberapa waktu lalu, kami membina 10 orang warga sekitar untuk bersama-sama mengembangkan batik ciprat ini,” kata Mulyono yang juga seorang perajin wayang kulit di Rumah Galeri Batik miliknya, saat dikunjungi Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi bersama sejumlah pejabat Pemda setempat, Kamis (22/8).
Mulyono menuturkan, batik yang dikembangkan bersama kelompok Kencana Putri merupakan perpaduan antara tehnik ciprat dan tulis yang dikombinasikan. Bahkan karyanya juga dapat diaplikasi dengan lukisan menggunakan kuas. “Sebenarnya ini baru uji coba saja. Namun setelah ada ibu-ibu pelatihan, Saya berdayakan dalam satu kelompok. Tehnik ciprat ini nantinya akan menjadi ciri khas batik Karangtalun,” jelasnya.
Keunikan dan proses pengerjaan yang sedikit rumit dan memakan waktu menjadikan batik motif ciprat dan lukisan yang dihasilkan memiliki harga yang cenderung lebih mahal dari batik umumnya. Harga yang dipatok oleh Mulyono berkisar di angka Rp 250 ribu hingga Rp 250 juta tergantung dengan lama dan tingkat kesulitan batik yang dikerjakan.
“Harganya mulai dari Rp 250 ribu hingga Rp 250 juta tergantung dari lama pengerjaan dan kesulitannya,” ujarnya.
Dicontohkan, batik motif relief candi Borobudur yang digarap oleh Kurniawan hampir selama satu bulan dengan tehnik lukis dibandrol pada kisaran harga Rp 5 jutaan. “Saya pernah membuat yang ukuran 3 meter itu sampai 3 bulan lamanya. Alhamdulillah sudah dibeli oleh kolektor di Jakarta seharga Rp 20 juta,” jelas Kurniawan.
Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi didampingi suami Rizal Diansyah yang juga Ketua Dekranasda Purbalingga sangat mengapresiasi berkembangnya batik motif Ciprat di Purbalingga. Keberadaan batik tersebut menurut Bupati menambah corak dan ragam batik yang dikembangkan masyarakat Purbalingga.
“Meski baru di Purbalingga, namun batik karya putra asli Purbalingga ini banyak diburu kolektor seni luar daerah. Saya kira ini perlu kita apresiasi,” katanya.
Melihat sejumlah hasil karya batik lukis dan batik ciprat yang dipamerkan, Bupati Tiwi kemudian terpikat pada sejumlah lembaran batik dan membelinya untuk koleksi. Bahkan Bupati meminta secara khusus dibuatkan batik motif wayang suket yang akan dipromosikan dalam acara-acara resmi skala nasional baik di Jakarta maupun ditempat lain.
“Ini langkah penting yang harus kita lakukan guna mengembangkan UMKM Purbalingga lebih maju. Termasuk produk batik milik Pak Mulyono ini agar lebih cepat terkenal di tingkat nasional,” tambahnya.
Kepala Bidang UMKM pada Dinas Koperasi dan UKM Purbalingga Adi Purwanto menuturkan, batik ciprat ini sebenarnya sudah berkembang cukup lama di tanah air. Namun di Kabupaten Purbalingga memang baru Karangtalun yang serius menggarap jenis batik ini. “Di sentra lain biasanya hanya sebagai variasi produk saja bukan yang utama,” jelasnya.
Dia mengatakan, dalam waktu dekat 11 anggota kelompok Kencana Putri yang dibina oleh Mulyono akan diberikan pelatihan di Pekalongan. (Hr/Humpro2019)