PURBALINGGA_Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi melepas larungan hasil bumi di sungai Klawing dalam Festival Congot Desa Kedungbenda Kecamatan Kemangkon, Sabtu pagi (28/09). Congot yang berarti tempuran (pertemuan) sungai Klawing dan Serayu, di tahun 2019 ini merupakan festival budaya yang ketiga. Dua buah larungan sekaligus sebagai ungkapan syukur suran yang didalamnya berisi hasil bumi.
Bupati Tiwi mengatakan, Festival Congot di Desa Kedungbenda Kemangkon merupakan salah satu festival budaya yang ada di Kabupaten Purbalingga. Karena di Purbalingga belum banyak festival budaya. Dua festival budaya yang sudah dikenal adalah Festival Congot dan Festival Gunung Slamet.
Kegiatan festival budaya ini merupakan manifestasi dari salah satu pidato Tri Sakti Bung Karno, yakni Indonesia berkepribadian di bidang kebudayaan. Penyelenggaraan festival Congot ini merupakan salah satu upaya melestarikan dan “nguri-uri” nilai-nilai budaya. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya juga untuk menumbuhkan kecintaan generasi muda terhadap seni dan budaya, khususnya seni dan budaya lokal tradisional. Disamping Festival Congot sebagai salah satu ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena Kabupaten Purbalingga merupakan kabupaten yang kaya akan potensi alam, seperti Gunung Slamet, potensi sungai Klawing dan banyak curug-curug sebagai destinasi wisata.
“Potensi Sungai Klawing memiliki manfaat khususnya bagi warga masyarakat yang ada di desa Kedungbenda, karena sudah diberi anugrah yang luar biasa, kita wajib bersyukur dalam bulan suran ini. Festival Congot juga untuk mengangkat pariwisata yang ada di Purbalingga, khususnya yang ada di desa Kedungbenda. Ingat, Kedungbenda merupakan desa wisata, tidak semua desa memiliki potensi seperti Kedungbenda, kita memiliki wisata susur sungai yang saya yakin mampu menarik wisata-wisatawan untuk hadir ke Kabupaten Purbalingga,”tutur Tiwi.
Tiwi berharap, Festival Congot ke depan tidak hanya menjadi event lokal, namun Festival Congot ini harus menjadi event regional bahkan event nasional. Tiwi mengapresiasi warga desa Kedungbenda yang sengkuyung, dan nampak dari warga yang hadir semuanya menggenakan pakaian adat. Disamping itu, banyak sekali grup kesenian yang ditampilkan, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Keguyuban, kekompokkan dan gotongroyongnya warga Kedungbenda merupakan salah satu modal, agar desa Kedungbenda mampu maju dan membangun desa.
Kades Kedungbenda Kecamatan Kemangkon Purwono mengatakan, Desa Kedungbenda memiliki sebutan (tagline) “Kedungbenda Berbudaya” oleh karenanya Kedungbenda harus melestarikan budaya lokal yang dimiliki yang diwujudkan dalam bentuk Festival Congot.
Kegiatan rangkaian Festival Congot dimulai Kamis 26 September 2019 dengan acara syukuran sura dan resik luhur di lokasi situs Lingga Yoni, serta di panembahan Dipokusumo. Dilanjutkan pada malam harinya diadakan pawai obor dan resik luhur di tempuran sungai Klawing dan Serayu, atau lebih dikenal dengan istilah Congot, dilanjutkan kidungan dan kesenian dames.
Pada Jumat malam (27/9), diadakan Senandung Klawing yang diisi oleh artis asli Purbalingga Nomi dan grup Kamuajo.
Puncaknya hari Sabtu (28/9) berupa Gerebek Suran Festival Congot yang dilengkapi dengan Kontes Njala, Parade Budaya, Pameran produk UMKM. Untuk parade budaya diisi oleh 20 kelompok/grup, yang berasal dari kelompok kesenian, kelompok tani, dan kelompok nelayan. Untuk larungan hasil bumi di sungai Klawing, kelompok nelayan Mina Rizki menyiapkan dua larungan.
Puncaknya pada malam hari diadakan pagelaran seni wayang kulit semalam suntuk dengan ki dalang Kukuh Bayu Setyo Aji. (u-humpro)