PURBALINGGA, HUMAS – Desa Karangbanjar, Kecamatan Bojongsari, Purbalingga, masuk dalam 15 besar desa wisata terbaik nasional penerima Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Pariwisata tahun 2012. Tim juri dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang melibatkan unsur perguruan tinggi, Rabu (29/8) kemarin melakukan penilaian ke Karangbanjar.
Tim penilai terdiri dari Djoko Dwiyanto (arkeologis-dosen Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada), Desta Titi Rahardjana (Pusat Studi Pariwisata UGM), dan dua pendamping dari Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Parwisata Kemenparekraf masing-masing Dolly dan Tri Martiningsih. Tim diterima oleh Asisten Perekonomian & Kesra Setda Purbalingga Ir Susilo Utomo, M.Si, Kabid Pariwisata Dra Titi Setijawati, Kasubag Analisis & Kemitraan Media Bagian Humas Setda Ir Prayitno, M.Si, serta para pengurus kelompok sadar wisata (Pokdarwis) ‘Sinar Pesona’Karangbanjar.
Tim selain melakukan penelitian administrasi juga melakukan pengecekan ke sejumlah homestay, kerajinan rambut yang menjadi daya tarik desa wisata, gedung pertemuan dan lingkungan desa wisata. Tim bahkan mengecek kebersihan kamar homestay hingga kamar mandi/wc.
Djoko Dwiyanto mengemukakan, Desa Karangbanjar merupakan salah satu dari 15 yang masuk dalam nominasi penilaian. Jumlah desa semula yang diseleksi sebanyak 72 desa wisata se-Indonesia. Kemudian terseleksi menjadi 33 desa, dan akhirnya disaring lagi menjadi 15 desa. “Karangbanjar merupakan salah satu desa wisata penerima program PNPM bidang Pariwisata pada tahun 2009 dan 2010. Di Jateng ada tiga desa yang dinilai yakni desa wisata di Dieng Banjarnegara, kemudian di Kota Pekalongan dan Desa Karangbanjar,” kata Djoko Dwiyanto.
Dari 15 desa ini, lanjut Djoko, nantinya akan dipilih enam desa terbaik masing-masing ditetapkan juara I hingga III dan juara harapan I hingga Harapan III. “Penilaian hingga 15 September dan pengumuman akan dilakukan oleh Kemenparekraf pada akhir September 2012,” kata Djoko yang mengaku sudah mengenal desa wisata Karangbanjar sejak tahun 1992.
Sementara Desta Titi Rahardjana mengemukakan, meski Karangbanjar sudah menjadi desa wisata sejak tahun 1992, namun masih perlu pembenahan kembali. Pembenahan itu seperti potensi desa, kesadaran masyarakat dalam mewujudkan sapta pesona wisata termasuk kebersihan lingkungan, prasarana dan sarana desa wisata seperti gapura sebagai identitas desa wisata, penunjuk lokasi homestay, pembenahan kelembagaan termasuk administrasi Pokdarwis, serta perlunya menambah daya tarik kunjungan wisata.
“Perlu ada semacam event yang ditampilkan terjadwal untuk menjual desa wisata sehingga menarik kunjungan wisata, dan juga perlu semacam kios souvenir khas desa,” kata Desta Titi Rahardjana.
Ketua Pokdarwis Sinar Pesona Maryoto mengemukakan, Karangbanjar sebagai desa wisata menyajikan kekhasan pada industri rambut dan kuliner buntil. Di Karangbanjar tercatat ada 28 perajin rambut, 188 industri makanan dan sekitar 80 homestay dengan kapasitas 300 pengunjung. Fasilitas pendukung adanya balai pertemuan, kolam pancing, cafe shop, bumi perkemahan, peternakan dan area parkir di lapangan.
“Untuk pembenahan pengelola homestay, kami juga telah dilatih kursus bahasa Inggris selama enam bulan dan mengikuti berbagai kegiatan promosi yang dilakukan oleh Pemkab Purbalingga,” kata Maryoto.
Berkaitan dengan PNPM pariwisata, Karangbanjar menerima dana Rp 52 juta pada tahun 2009 dan sebesar p 56 juta pada tahun 2010. “Dana ini antara lain untuk pembelian springbed bagi pemilik homestay dan pembenahan sapras seperti sarana MCK di sekitar homestay dan balai pertemuan wisata,” tambah Maryoto. (Humas/y)