PURBALINGGA –  Dokumen Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2023 dari Kementerian Keuangan RI diserahkan kepada Perwakilan 22 Satuan Kerja vertikal di Purbalingga dan Pemkab Purbalingga, Selasa (13/12) di OR Graha Adiguna Kompleks Pendopo Dipokusumo. Dari penyerahan DIPA tersebut, tercatat Kabupaten Purbalingga mendapatkan alokasi belanja APBN sebesar Rp 1,88 triliun.

 
“APBN tahun 2023 untuk Kabupaten Purbalingga total sebesar Rp 1,883 triliun. Diantaranya, alokasi untuk kementerian/lembaga sebesar Rp 336,24 miliar sedangkan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp 1,547 triliun,” ungkap Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Purwokerto, Herbudi Andrianto.
 
Berdasarkan data yang Ia tayangkan, TKDD untuk Kabupaten Purbalingga sebesar Rp 1,547 triliun terbagi ke dalam beberapa alokasi. Diantaranya : Dana Bagi Hasil sebesar Rp 16,3 miliar, Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 859,5 miliar, Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik sebesar Rp 78,1 miliar, DAK Non Fisik sebesar Rp 334,2 miliar, Hibah ke Daerah Rp 10,8 miliar dan Dana Desa (DD) sebesar Rp 248,2 miliar.
 
Ia menambahkan, APBN 2023 dirancang untuk tetap menjaga optimismisme pemulihan ekonomi. “Namun pada saat yang sama juga untuk meningkatkan kewaspadan dalam merespon gejolak global yang masih berlangsung,” imbuhnya.
Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi SE BEcon MM mengungkapkan pelaksanaan DIPA di tahun 2023 harus dipersiapkan dengan matang dan dilaksanakan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat. Hal tersebut mengingat, tantangan pemerintah ke depan semakin berat dimana seluruh negara berada di bawah ancaman resesi,
 
Oleh karenanya DIPA ini jadi salah satu instrumen untuk 3 prioritas. Pertama, sebagai instrumen untuk stabilitas dan mengendalikan inflasi. “Pemerintah dari pusat sampai daerah sedang memiliki fokus yang sama dalam hal penanganan inflasi. Kita bersyukur di Indonesia, inflasi bisa terkendali dengan baik,” katanya.
 
Kedua, DIPA sebagai Intrumen perlindungan masyarakat yang rentan terutama berkaitan dengan kemiskinan dan kemiskinan ekstrim. Tahun 2024, Presiden menargetkan angka kemiskinan ekstrim Indonesia bisa nol persen.
 
“Yang ketiga, yaitu DIPA sebagai Instrumen untuk mendorong dalam pemulihan ekonomi nasional. Seperti yang diketahui, Pandemi Covid-19 yang sudah bisa ditangani bersama, kini kita kembali runing dalam pemulihan ekonomi,” ungkapnya.(Gn/HumproSetda)