PURBALINGGA- Festival Gunung Slamet (FGS) yang ditunggu-tunggu masyarakat telah dibuka Bupati Purbalingga, Kamis (13/10). Pembukaan dimulai dengan prosesi pengambilan air tuk Sikopyah yang kemudian diarak ke Balai Desa Serang untuk di semayamkam selama 3 malam.
FGS kali ini semakin meriah karena ada 777 buah lodong (tempat air berbahan bambu) yang diarak oleh peserta kirab. Perjalanan kirab dipimpin oleh kepala Desa Serang, Sugito dan tokoh agama, Syamsuri dengan berjalan kaki sejauh 2 km. Sesampainya di Balai Desa peserta kirab di jamu nasi penggel dan sayur gandul (papaya) dengan lauk ikan asin.
Dalam satu bakul terdapat 3 buntel (bungkus daun pisang) nasi penggel, 3 buntel sayur gandul dan 3 buntel ikan asin. Nasi penggel dan sayur gandul tersebut merupakan perwujudan rasa syukur kepada Tuhan YME atas rahmat dan karunianya yang telah diberikan kepada masyarakat Desa Serang selama ini.
777 buah lodong juga tercatat sebagai pemecahan rekor Muri terbanyak dan terunik yakni pengambilan air menggunakan lodong terbanyak. Ariyani Siregar, Deputi Manager Muri mengatakan banyaknya lodong yang dikirab telah memecahkan rekor muri dan tercatat yang ke 7.638.
“Untuk itu sebagai bukti prestasi, Muri memberikan peghargaan kepada Bupati Purbalingga sebagai pemrakarsa dan kepada kepala Dinbudparopra sebagai penyelenggara,” kata Aryani
Kepala Dinas Kebudayaan Pariwsata Pemuda dan Olahraga (Dinbudparpora), Subeno mengatakan kegiatan FGS dalam rangka menarik para wisatawan untuk berkunjung ke Desa Serang. Sedangkan lodong dengan jumlah 777 yang dalam bahasa jawa pitungatus pitungpuluh pitu, mempunyai arti pitulungan (pertolongan).
“Yakni minta pertolongan kepada Tuhan YME, agar para pemimpin dan masyarakatnya bisa diberi kekuatan untuk bisa membangun Purbalingga,” kata Subeno
Sedangkan Bupati Purbalingga, Tasdi mengatakan kegiatan FGS mempunyai 3 arti penting pertama membangun mental spiritual, karena dengan adanya kegiatan FGS merupakan wujud syukur terhadap Tuhan YME. Kedua membangun rasa sosial, dengan berkumpulnya masyarakat bukan hanya dari Serang saja namun dari berbagai daerah dapat menumbuhkan semangat kegotong royongan.
“Ketiga membangun budaya yakni dengan adanya FGS bisa nguri-nguri budaya/adat-istiadat kepada generasi muda. Selain itu juga dengan nguri-nguri Budaya juga bisa menjadi ajang promosi wisata khususnya di Purbalingga,” kata Tasdi
Kemudian Kasubdit Program Evaluasi dan Dokumentasi, Dirjen Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi, Kemendiknas, Mulat Sinaga mengatakan kegiatan FGS merupakan salah satu asset yang dimanfaatkan dalam menciptakan produk budaya tradisional. Kalau FGS dikelola dengan baik maka akan mendorong pertumbuhan ekonomi maysrakat, baik melalui sector wisata maupun industri kreatif.
“Kami berharap agar FGS dapat menjadi agenda budaya tahunan yang rutin dilaksanakan. Karena manfaatnya bukan sebatas pelestarian tradisi, namun mampu mendongkrak sektor ekonomi,” kata Mulat.
Diharapkan kedepan, lanjut Mulat, FGS mampu mengangkat Kabupaten Purbalingga sebagai destinasi wisata alam dan budaya di Jawa Tengah, serta pusat industri kreatif yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. FGS juga juga sesuai dengan nawa cita Presiden Jokowi, yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
“Untuk itu mari kita bersama-sama membangun ekosistem kebudaan yang baik,dalam upaya pelestarian kebudayaan” pinta Mulat.
Pelaksanaan FGS akan berlangsung selam 3 hari yakni mulai tanggal 13-15 Oktober. Kegiatan hari kedua akan dilaksanakan perang strobery dan festival ebeg di rest area serang. Kemudian di alun-alun Purbalingga juga akan dilakukan lomba lukis dan mewarnai gambar serta parade seni 8 kabupaten (Bralingmascakeb Pekalongan).
Kemudian hari ketiga akan dilaksanakan kirab hasil bumi, ruwatan agung, rebutan tumpeng hasil bumi. dan pada malam harinya jazz diatas gunung dengan bintang Tamu Isyana Saraswati. Kegiatan hari ke tiga dipusatkan di Rest Area Desa Serang. (Sapto Suhardiyo).