PURBALINGGA, HUMAS – Munculnya perilaku negatif dari sejumlah oknum anak didik seperti tawuran pelajar dan tindak kekerasan di sekolah menjadi topik hangat berbagai kalangan. Tak terkecuali saat diadakan kegiatan Sosialisasi Perda Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan di jawa Tengah. Acara yang berlangsung di Operation Room Graha Adiguna Purbalingga, Selasa (2/10), mempertanyakan efektivitas pendidikan karakter di sekolah.
Sekretaris Dewan Pendidikan Jateng Drs Ragil Wiratno MH melihat keberhasilan pendidikan karakter di sekolah bertumpu pada peran guru sebagai ujung tombak. Dia mencontohkan, ketika lembaga sekolah memiliki guru dan murid mayoritas beragama islam, sudah seharusnya nilai-nilai agama dapat lebih diterapkan dalam kehidupan sekolah.
“Saya malah ingin bertanya. Sudahkah dilaksanakan kegiatan sholat berjamaah sebelum pulang sekolah. Atau memberikan bimbingan cara berwudlu yang baik dan melaksanakan peringatan hari besar di sekolah,” katanya sembari menegaskan kalau pendidikan karakter menjadi tanggungjawab guru yang harus dilaksanakan.
Dia menambahkan, esensi pendidikan karakter meliputi dua unsur yakni nasionalisme dan pendikan agama. Menyangkut pendidikan nasionalisme, para pendidik diminta menumbuhkan kembali praktek-praktek nasionalisme seperti menghormat bendera sebelum masuk kelas, menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan memasang lambang negara di kelas.
“Saya prihatin kalau mendengar ada sekolah yang memasang lambang negara saja ndadak disuruh,” katanya.
Dia menceritakan, di Amerika Serikat yang notabene adalah negara maju, pendidikan karakter masih terus digalakkan. Terbukti di beberapa sekolah, setiap siswa wajib mencium bendera sebelum masuk kelas. Indonesia yang merupakan negara berkembang jangan sampai kalah. “Kita jangan sampai kehilangan jatidiri dan rasa cinta tanah air.Makanya pendidikan karakter jangan sampai dilupakan,” katanya lagi.
Guru seharusnya juga melakukan inovasi. Diantaranya dengan mengajak siswa datang ke sekolah guna memperingati Hari Besar Agama atau Hari Besar Nasional. Jangan malah saat hari tersebut sekolah diliburkan. “Jangan sampai lembaga pendidikan disamakan dengan pabrik rokok yang libur saat hari-hari besar. Justru pada hari itu, siswa harus diberi pemahaman tentang sejarah mengenai hari besar agama dan hari besar nasional,” imbuhnya.
Dibagian lain, Ragil mengingatkan kepada seluruh penyelenggara satuan pendidikan untuk tidak sesekali mengabaikan hak orang tua dan siswa dalam memilih serta mendapatkan pendidikan yang bermutu. Sebab, secara tegas hak-hak yang melekat pada masyarakat ini telah terlindungi oleh hukum, di antaranya Perda No 4 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan di Jawa Tengah.
“Hak-hak masyarakat tersebut seharusnya semakin menuntut penyelenggara pendidikan untuk memenuhi kewajibannya menyediakan sekolah bermutu dan jangan membatasi masyarakat menggunakan haknya memilih sekolah sesuai keinginannya,” tandasnya.
Menurut Ragil, sebagai payung hukum semua stakeholder pendidikan harus mendukung, menghormati dan mentaati perda tersebut. ’’Termasuk stakeholder pendidikan di Purbalingga yang telah memiliki perda pendidikan lebih awal. Meski lebih dulu memiliki perda pendidikan, harus disesuaikan dengan perda tingkat provinsi,’’ tambah pria yang pernah aktif sebagai wartawan di Semarang.
Acara dibuka oleh Plt Sekda Purbalingga Imam Subiyakto SSos MSi. Pembicara lain yang hadir dalam acara tersebut masing-masing Pembantu Pimpinan Bidang Pendidikan Dasar (Dikdas) Dinas Pendidikan Pemrov Jateng Mulyoko Prabowo SPd serta Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah Indonesia Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (MKKS RSBI) Jateng Drs Eddy Drajat Wiarto MPd. Acara dimoderatori Kabag Hukum dan HAM Setda Purbalingga Tri Gunawan Setyadi SH. (Humas/Hr)