PURBALINGGA, INFO – Penaruban bersholawat dalam rangka khataman santri Majelis Taklim (MT) Nurulloh Junjung Drajat dan Harlah ke 3 Tari Sufi Purbalingga bersama kyai kondang Abah Drs. K.H. Amin Maulana Budi Harjono, pengasuh Ponpes Al-Ishlah Tembalang, Semarang, Selasa (27/2/2023) malam.
Yang menarik, acara yang berlangsung khidmat itu digelar di halaman/ kompleks gedung Gereja Kristen Jawa (GKJ) Penaruban, Kecamatan Kaligondang, Purbalingga.
“Ini wujud kerukunan yang harus kita pupuk dan kita jaga. Kalau ada suasana sorga yang diturunkan ke bumi, ya wujudnya kerukunan seperti ini,” ujar K.H. Amin Maulana Budi Harjono dalam ceramahnya.
Beruntung, malam itu suasananya terang, sehingga ribuan jamaah hadir memadati halaman Gedung GKJ Penaruban, yang lokasinya berjarak kurang lebih 100 meter dari MT Nurulloh Junjung Drajat. Mengingat di lokasi MT Nurulloh Junjung Drajat tidak mampu menampung ribuan jamaah, maka pihak GKJ Penaruban mempersilakan untuk menggelar acara di kompleks gedung gereja.
Sejumlah warga gereja pun ikut membantu terselanggaranya acara itu, seperti menyediakan kursi, menata tempat, dan menjaga genset agar listrik tidak padam.
Hadir dalam kegiatan tersebut Wakil Ketua DPRD Purbalingga, H. Adi Yuwono, Camat Kaligondang, Endi Astono, Danramil Kaligondang, Kapolsek Kaligondang, Ketua Tanfidziyah Ranting NU Desa Penaruban, Arif Pambudi, pimpinan MT Nurulloh Junjung Drajat, Kusnandar, perwakilan dari jemaat GKJ Penaruban dan sejumlah tamu undangan.
Satu hal yang mencuri perhatian dalam acara malam itu adalah adanya penampilan tari sufi. Dengan memakai kopiah dan baju khas masyarakat tradisional Turki yang beraneka warna, sejumlah penari berdiri di sebelah kiri dan kanan panggung, berputar mengikuti irama musik rebana yang bertalu-talu. Mereka berputar-putar ke kiri, puluhan kali, bahkan ratusan kali, dengan kaki tetap bertumpu di tengah/ titik stabil.
Banyak hadirin yang terpesona oleh tarian yang ditunjukkan santri KH. Amin Budi Harjono itu. Kiai Budi (begitu ia biasa disapa) sengaja membawa murid tari sufinya ke acara Penaruban Bersholawat. Ia yang tampil penuh humor selanjutnya mengajak kepada warga Desa Penaruban dan sekitarnya untuk terus memupuk kerukunan di tengah-tengah perbedaan.
“Setiap orang kan merindukan sorga. Sorga dalam bahasa Arabnya, Jannah. Di Jannah itu ada taman, ada keragaman yang tumbuhannya berbeda-beda. Mari kita jaga keberagaman itu,” ujar guru besar Tari Sufi Nusantara ini.
Masyarakat Indonesia yang jumlahnya 270 juta, lanjut Kiai Budi, juga harus rukun, yang diikat sesanti Bhineka Tunggal Ika, yang artinya meskipun berbeda-beda tetaplah satu.
“Bhineka Tunggal Ika itu disimbolkan burung garuda. Garuda adalah raja segala burung, yang selalu mau berdamai dan menghargai burung-burung lainnya. Mari jadikan garuda di dadaku, agar kita hidup rukun,” tambahnya.
Kiai Budi juga mengajak, agar para jamaah selalu menjaga kerukunan dan rasa cinta kepada sesama di lingkungan Rukun Tetangga (RT). “Inilah Indonesia, yang dibangun dari banyak RT,” pungkasnya. (*)