PURBALINGGA– Pemerintah Kabupaten Purbalingga diminta serius menangani dampak dari banyaknya industri rambut yang tumbuh subur baik yang ada di perkotaan maupun di desa. Selain, mampu memberikan devisa atau pemasukan terhadap daerah serta kemakmuran para pekerja wanita untuk menopang keluarganya. Namun, hadirnya perusahaan rambut di Purbalingga juga membawa dampak seperti tingginya angka perceraian, fenomena “pamongpraja” serta fenomena banyaknya anak putus sekolah di kota perwira.
“Mereka cenderung memilih bekerja di perusahaan rambut, baik yang ada di kota, maupun plasma-plasma yang ada di perdesaan. Kami mengamati sejumlah dampak negatif dari banyaknya industri rambut di Purbalingga. Salah satu dampak negatif adanya plasma di pedesaan banyaknya anak-anak dibawah umur yang dipekerjaan menjadi pekerja rambut. Dan kami meminta pemkab untuk mencari tahu apa penyebab banyaknya anak di bawah umur yang tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan lebih memilih bekerja,”tutur Ketua Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Kabupaten Purbalingga, Rokhmat Mualim, saat bersilaturahmi dengan Wakil Bupati Purbalingga di Ruang Dinas Wabup, Kamis sore (16/4).
Di sisi lain lapangan kerja padat karya tersebut sambung Rokhmat, justru menjadi bumerang bagi dunia pendidikan. Pesatnya industri rambut maupun plasma dan bulu mata palsu hingga pelosok desa terpencil, mempengaruhi minat melanjutkan sekolah, baik lulusan SD/MI maupun SMP/MTs . Kondisi ini tentu membuat prihatin berbagai pihak. Bahkan tidak hanya itu, keberadaan plasma di pelosok juga memicu tingginya angka putus sekolah. Banyak siswa yang sudah duduk di SMP/MTs mengambil keputusan meninggalkan sekolah dan lebih memilih ngidep.
“Saat ini, masyarakat di perdesaan mempunyai pola pikir untuk tidak melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi dan memilih bekerja. Ketika sekolah tinggi-tinggi, ujung-ujungnya juga bekerja di perusahaan rambut,sehingga percuma saja. Untuk itu, kami meminta pemkab untuk segera menindaklanjuti banyaknya anak putus sekolah dan memilih kerja ngidep. Karena selain efek –efek tersebut, mereka akhirnya malas melanjutkan sekolah,”terangnya.
Selain, mengancam dunia pendidikan, tambah Rokhmat, banyaknya perceraian, akibat dari industry rambut. Saat IPPNU juga memprihatinkan munculnya komunitas-komunitas yang merusak moral di Purbalingga.
“Banyaknya industry rambut, selain membuat tingginya angka perceraian yang diakibatkan suami hanya mengurus anakya dan anak putus sekolah. Saat ini IPPNU juga melihat adanya komunitas lesbi yang mulai berterus terang menunjukkan eksistensi dihadapan public. Apa mungkin dipicu banyaknya perceraian ini sehingga memunculkan komunitas tersebut. Ini sungguh menjadi keprihatinan IPNNU, sehingga pemkab perlu menindaklanjuti hal tersebut,”ujarnya.
Menanggapi hal itu, Wakil Bupati Purbalingga Tasdi mengatakan, perlu adanya solusi yang menguntungkan berbagai pihak. Banyaknya investor yang menanamkan modal untuk berinvestasi, dengan menanamkan modal pada bidang usaha rambut juga mampu mengurangi tingkat pengangguran di Purbalingga yang angkanya mencapai 5,6 persen.
“Akan tetapi investor masuk hanya menampung tenaga kerja perempuan. Hal tersebut juga merupakan masalah, karena perempuan sering pulang malam, sehingga keluarganya menjadi tidak terurus dan perannya digantikan oleh suaminya,”terangnya.
Masalah rambut sambung Tasdi merupakan kebijakan jangka pendek pemkab waktu itu. Karena ketika waktu zaman bupati sebelumnya sedang ramai-ramainya masyarakat menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) keluar negeri.
“Banyaknya TKI yang mengalami penyiksaaan dan sebagainya, menuntut pemkab untuk mencari solusi agar para TKI tidak bekerja di negeri tetangga. Saat itu pemkab mempunyai pemikiran untuk mendatangkan investor untuk mengatasi hal tersebut. Pada saat itu pemikirannya bukan hanya menampung tenaga kerja perempuan, tetapi juga tenag kerja laki-laki,”terangnya.
Selain itu, tambah Tasdi, untuk mengatasi hal tersebut, pihak pemkab yang juga didorong oleh kebijakan nasional dengan memperbanyak mendirikan sekolah kejuruan (SMK).
“Harapanya, dengan didirikannya SMK, dapat mencetak para entrepreneur (seseorang yang selalu membawa perubahan, inovasi, ide-ide baru), bukan hanya di rambut saja, akan tetapi dapat mandiri dengan mendirikan lowongan kerja seperti keahlian las, bengkel, dan lain sebagainya di Purbalingga. Dan kita lebih mengembangkan konsep kepada SMK agar berorientasi menciptakan lapangan kerja, bukan lagi mencari kerja,”ujarnya.
Sedangkan untuk menangkal munculnya komunitas yang membuat rusak moral generasi muda, wabup meminta agar IPPNU jangan hanya menjadi wadah pelajar saja. Akan tetapi harus menjadi pelopor akhlakul karimah bagi seluruh generasi muda.
“Kontribusi NU dan organisasi otonom dibawahnya seperti IPPNU di Purbalingga yang mendukung Visi Kabupaten Purbalingga yang maju, mandiri, dan berdaya saing menuju masyarakat yang sejahtera serta berakhlakul karimah sangat kami nantikan. Karena visi misi pemkab dapat terwujud berkat dukungan dari semua elemen,”tuturnya. (Sukiman)