Ini bukan seperti kisah Sampek dan Engtay, atau Romeo dan Juliet. Sumpil dan Ucheng tak bisa dipisahkan karena menurut orang Karangmoncol, memang inilah yang disebut jodoh dalam makanan.
Anak muda sekarang mungkin tak paham apa itu Sumpil dan apa itu Ucheng. Sumpil adalah ketupat tapi bungkusnya bukan dari daun kelapa juga bukan dari daun pisang seperti lontong. Yang digunakan sebagai pembungkus adalah daun bambu. Rasa dan aromanyapun jauh berbeda dengan ketupat maupun lontong.
Sedangkan Ucheng adalah sejenis ikan kecil-kecil yang hidup di sungai berarus deras. Penampilan boleh kurang meyakinkan, tapi jangan anggap remeh. Karena harga ikan Ucheng hampir setali tiga uang dengan daging sapi per kilonya. Waw, kok bisa?
Tentu saja. Pertama, karena Ikan Ucheng ini sangat sulit diperoleh. Kedua, ikan ucheng ini rasanya gurih dan enaaakk sekali. Sama sekali tidak pahit seperti umumnya ikan kecil-kecil. Kalau di perdesaan di Karangmoncol Kabupaten Purbalingga, jika mbarang gawe, suguhannya sumpil dan ucheng sungguh istimewa.
Apalagi jika minumannya air kelapa muda atau banyu degan yang seger langsung diminum dari bathoknya, ditambah sepiring mendoan hangat. Hmmm……lidahpun akan terus menari-nari… Tak heran jika para kasepuhan sangat merindukan hidangan yang kini semakin langka. (*)