PURBALINGGA, HUMAS – Pengembangan gula kelapa organik di Purbalingga masih mengalami sejumlah kendala. Selain tingkat pendidikan perajin yang sebagian besar sekitar 65 persen lulusan sekolah dasar, juga kualitas produk serta tidak ada varian produk gula. Gula kelapa organik hanya berupa gula cetak. ”Kendala lain yang perlu mendapat perhatian adalah kurangnya penerapan teknologi, akses pasar hanya pada pengepul di desa serta sanitasi lingkungan yang buruk,” kata Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Dinperindagkop) Purbalingga Drs Agus Winarno, M.Si, Rabu (22/5). Agus mengemukakan hal itu disela-sela penandatangan kerjasama program pengembangan gula kelapa antara Pemkab Purbalingga dengan PT Hivos Kantor Regional Asia Tenggara dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya dan Lingkungan Hidup (LPPSLH) Purwokerto di ruang rapat Setda Gedung A, Rabu (22/5) siang.
Penandatanganan dilakukan oleh Wakil Bupati Sukento Ridho Marhaendrianto mewakili Pemkab Purbalingga, Jan Jaap Kleinrensik (Direktur Hivos Regional Asia Tenggara), dan Alfa Edison (Direktur LPPSLH). Dijelaskan Agus Winarno, Purbalingga merupakan salah satu sentra gula kelapa di Jateng dengan jumlah usaha sebanyak 18.197 unit rumah tangga. Kapasitas produksi mencapai 30 ribu ton per tahun. Produksi gula kelapa memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan nilai produksi per tahun mencapai Rp 300 milyar. ”Industri gula kelapa merupakan 50 persen dari usaha kecil yang ada di Purbalingga dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 42 ribu orang,” jelas Agus.
Kondisi produsen gula kelapa, lanjut Agus Winarno, masih dihadapkan pada lemahnya posisi tawar terhadap penentuan harga produksnya, kemudian kualitas produk yang masih rendah, tidak optimalnya penggunaan teknologi tepat, akses pasar yang terbatas, dan besarnya biaya produksi terutama terkait dengan bahan bakar yang semakin mahal. ”Kondisi lain yang dihadapi produsen adalah belum adanya lembaga yang kuat, tingkat kesejahteraan yang masih dibawah rata-rata dan eksistensi penderes dipandang sebagai profesi yang kurang diminati generasi muda di pedesaan,” jelas Agus.
Agus menambahkan, kerjasama yang ditandatangani dengan Hivos dan LPPSLH dengan sasaran 600 produsen gula kelapa yang teradapt di 4 desa di tiga kecamatan masing-masing Desa Karangcegak dan Candinata di Kecamatan Kutasari, Desa Binangun Kecamatan Mrebet dan Desa Bumisari Kecamatan Bojongsari. ”Kerjasama ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan produsen gula kelapa melalui kegiatan peningkatan kapasitas dan akses, kemudian meningkatkan daya saing sektor gula kelapa dan meningkatkan kepedulian terhadap keberlangsungan pemanfaatan sumberdaya alam melalui produksi yang ramah lingkungan,” kata Agus.
Sementara itu Wakil bupati Sukento Ridho Marhaendrianto mengatakan, kerjasama yang telah ditandatangani jangan hanya sekedar MoU, tetapi harus ada realisasinya. ”Kerjasama ini harus benar-benar ada realisasinya untuk meningkatkan kualitas produksi dan kesejahteraan produsen gula kelapa,” tegas Sukento. (Humas/y)