PURBALINGGA – Selain promosi, lemahnya perencanaan penyusunan paket wisata dalam suatu destinasi wisata tertentu membuat wisatawan tidak puas. Ketidakpuasan itu akibat wisatawan kelelahan menikmati paket wisata, atau fasilitas yang dipilih tidak sesuai keinginan dan waktu berwisata yang tidak efisien.
“Untuk menyusun paket wisata yang tepat dan efisien, perlu identifikasi dan memahami pola perjalanan wisata yang akan berkunjung ke suatu destinasi wisata. Penyusunanan paket wisata juga tidak terkekang oleh batas wilayah administrasi kabupaten/kota,” kata Eko Retno Martuti, konsultan pariwisata dan sekaligus dosen Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga.
Eko mengungkapkan hal tersebut dalam acara Forum Group Discussion (FGD) Penyusunan Paket Wisata se-Bakorwil III di Rumah Jabatan Bakorwil di Purwokerto, Selasa (14/7). FGD diikuti jajaran SKPD (Satuan kerja Perangkat Daerah) pengelola pariwisata lingkup Bakorwil III. Selain Eko, ikut memberikan materi Rastiyono DP dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jateng.
Menurut Eko, paket wisata merupakan rencana kegiatan yang disusun secara tetap dengan harga tertentu yang mencakup transportasi, hotel, akomodasi, serta fasilitas perjalanan wisata yang tertera dalam perjanjian paket wisata. Dalam menyusun paket wisata, masih kata Eko, perlu didukung data-data atau informasi tentang daya tarik wisata, hotel dan akomodasi lainnya, restoran dan rumah makan, biro perjalanan wisata atau asosiasi perjalanan wisata, keunikan seni budaya, kuliner khas, cindera mata, tempat hiburan, public amenities, event rutin tahunan, SPA, bank, kantor polisi, rumah sakit dan informasi lain yang dibutuhkan wisatawan.
“Jika informasi penyusunan paket wisata lengkap, maka wisatawan akan dengan mudah mengaksesnya. Misal, ketika berwisata di Dieng, wisatawan harus diberikan informasi dahulu jika di Dieng tidak ada ATM (Anjungan Tunai Mandiri), sehingga sebelum menuju Dieng wisatawan sudah menyiapkan uang tunai jika hendak membeli souvenir atau membayar kepentingan wisata lainnya,” ujar Eko.
Eko menambahkan, penyusunan paket wisata juga perlu memperhatikan sarana pendukung transportasi. Wisatawan yang masuk Jateng dengan pesawat sebagian besar melalui bandara Ahmad Yani Semarang, Bandara Adi Sumarmo Solo, dan Bandara Adi Sucipto Yogyakarta. Bandara Tunggul Wulung Cilacap belum begitu mendukung untuk pintu masuk wisatawan ke Jateng. Sementara sarana transportasi kereta, penghubungnya hanya di kota-kota tertentu seperti Purwokerto, Pekalongan dan Semarang. “Sebaran wisatawan di Jateng, masih pada beberapa kabupaten/kota tertentu. Misal di Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Solo, Semarang. Jarang paket wisata ke wilayah Brebes, atau wilayah pantura Jateng,” tambah Eko.
Eko menyarankan, penyusunan paket wisata harus betul-betul mampu dijual oleh travel biro. Oleh karenanya, ego wilayah administrasi untuk sementara ditinggalkan dalam menyusun paket. Bisa saja menyusun paket wisata Baturaden (Banyumas) – Owabong (Purbalingga) – Dieng (Banjarnegara). Paket wisata itu misalnya, Sensasi Baturaden, Pesona Wig Purbalingga, atau Misteri Negeri Para Dewa (Dieng). “Paket wisata yang menarik dan efisien akan laku jual di kalangan biro wisata,” saran Eko.
Sementara itu, Kepala Bidang Pembangunan Bakorwil III Jarot Ruspanto yang memandu acara tersebut mengatakan, potensi wisata di wilayah Bakorwil III sangat layak jual. Hanya saja, beberapa destinasi wisata belum didukung dengan sarana prasarana memadai. Jarot mencontohkan, wisata ke Nusakambangan Cilacap memiliki prospek yang baik. Wisatawan bisa membuang rasa penasaran untuk berkunjung ke pulau penjara itu. Namun, setelah dating kesana, biasanya wisatawan tidak puas. Mereka kesulitan melakukan komunikasi handphone. Setelah berada di Pantai, misalnya Pantai Permisan, tidak ada aktifitas yang ditawarkan, selain hanya melihat pantai dan membeli batu dari warga binaan. “Nusakambangan jika dikemas menjadi paket wisata yang menarik, maka akan layak dijual lebih besar lagi,” ujar Jarot. (y)