PURBALINGGA, HUMAS – Sebanyak lima dari 22 penderita celah bibir dan langit-langit yang sedianya mengikuti operasi gratis dalam rangka memperingati Hari Jadi Purbalingga ke-182, terpaksa dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Hal ini disebabkan tingkat kesulitan yang tinggi sementara peralatan operasi di RS Goeteng Tarunadibrata Purbalingga masih sangat terbatas.
“Kalau bakti sosial semacam ini kan memang waktunya terbatas. Padahal, untuk operasi dengan tingkat kesulitan yang tinggi seperti ini, tidak cukup sekali. Padahal untuk satu kali operasi saja, butuh waktu yang lama, disamping membutuhkan peralatan operasi yang lebih lengkap dan canggih,” jelas drg Yulistiatri, perwakilan Paguyuban Arsakusuma sebagai pihak penyelenggara operasi yang bekerjasama dengan Yayasan Pembina Penderita Celah Bibir dan Langit-langit (YPPCBL) Bandung, Sabtu (15/12).
Contoh tingkat kesulitan yang tinggi terlihat dari pasien bayi dari Temanggung yang celah bibirnya menganga hingga telinga. Atau Aris Riyaya dari Purbalingga yang langit-langit mulutnya berlubang hingga hidung. Aris juga memerlukan operasi rekonstruksi gusi dan penambahan tulang di bawah rongga hidungnya agar selain bicara, kegiatan makan dan minumnya tidak terganggu lagi.
Penanganan operasi bibir sumbing ini tidak dilakukan oleh dokter spesialis bedah plastik, tapi oleh dokter spesialis bedah mulut. Untuk penyelenggaraan Bakti sosial di Purbalingga ini, pihak YPPCBL membawa 11 tenaga yang terdiri dari 2 orang dokter spesialis bedah mulut konsuler (senior), 1orang dokter spesialis bedah mulut yunior, 1 dokter spesialis bedah mulut residen, 2 orang anestesi, 2 orang penata anestesi, 1 orang perawat gigi, 1 orang pengurus dan 1 orang staf YPPCBL.
Atri, begitu ia disapa, menjelaskan operasi celah bibir dan langit-langit ini sedikit berbeda dengan operasi bibir sumbing pada umumnya. Meskipun dilakukan dalam bentuk bakti sosial, pasca operasi, pasien juga masih mendapatkan penanganan khusus, seperti terapi wicara dan pendampingan psikologis.
“Karena selesai operasi, masalah belum selesai. Pasien masih kesulitan untuk berbicara, bicaranya masih sengau. Secara psikologis, mereka juga biasanya minder karena bibir sumbing selalu dianggap cacat yang mengganggu pola relasi mereka dengan lingkungannya,” ujarnya lagi.
Atri menambahkan, total pasien sebanyak 22 orang yang tak hanya berasal dari kabupaten Purbalingga, tapi juga dari kabupaten-kabupaten tetangga, seperti Temangung, Wonosobo, dan Banyumas. 17 orang berhasil ditangani di RS Goeteng Tarunadibrata, selebihnya ditujuk ke RSHS Bandung. RSHS Bandung dan Fakultas Kedokteran Gigi UNPAD memang telah menjadi mitra kerjasama YPPCBL untuk penanganan paripurna pasien celah bibir dan langit-langit hingga mampu berbaur dengan masyarakat.
Wakil Bupati Drs H Sukento Ridho Marhaendrianto MM menyambut baik pencanangan Purbalingga menuju Zero Celah Bibir dan Langit-langit dalam seremonial pembukaan siang itu. Wabup berharap, kegitan semacam ini lebih sering dilakukan dan dapat dengan memperluas kerjasama dengan komunitas-komunitas atau paguyuban asli Purbalingga. (Humas/cie)