Siapa bilang di Purbalingga sulit mencari makanan internasional seperti Kebab, Pizaa, Takoyaki dan sejenisnya? Ayo, datang saja ke Bangjo Cafe. Pasti bakal jadi langganan.
Namanya Bangjo Cafe, karena cafe ini memang berada di traffic light alias lampu abang ijo (bangjo). Meski namanya terkesan ndesa, jangan harap menemukan menu khas desa disini. Sebaliknya dalam daftar sajian hanya memuat menu-menu yang terasa asing di telinga para kasepuhan di desa.
Sebut saja kebab, pizza, takoyaki, spaghetti, maryam, sushi rool, banana split ice cream dan sebagainya. Mungkin bagi yang biasa menjelajah kuliner di kota-kota besar atau bahkan di luar negeri, nama-nama kuliner itu tentu bukan hal baru. Tapi untuk menikmatinya, Anda tak perlu ke luar kota atau ke luar negeri, cukup di Bangjo Café yang beralamat di Jl letkol Isdiman 40, atau tepatnya di Prapatan Bantheng.
“Ini karena saya heran sama keponakan – keponakan yang masih ABG. Mereka kok suka banget ke Purwokerto. Sebenarnya mereka jajan apa disana. Setelah saya telusuri, ternyata mereka suka sekali makan makanan fast food seperti itu,” ujar Eri Setiani, salah satu owner Bangjo Café.
Gayung bersambut, salah satu keponakannya yang sudah berumah tangga, Vivi Virgiyani, ternyata ingin membuka cafe dengan menu – menu fast food yang jarang ditemui di Purbalingga sebelumnya. Setelah itu, mereka jadi sering pergi ke Purwokerto atau ke kota besar lainnya untuk sekadar mencicip fast food favorit anaj-anak muda.
“Saya dan Vivi jadi suka ikut kursus masak. Trus buka – buka resep dari googling. Trus diuji coba. Sering banget kami berdua di dapur untuk mencoba resep-resep sampai ketemu rasa yang pas, sampai akhirnya waktu itu kami membuka lapak dengan nama Food Corner,” imbuhnya.
Dalam dua tahun, perjalanan bisnis Food Corner kurang bergairah. Eri dan Vivu kemudian mengevaluasi, apa sebenarnya yang menghalangi perkembanagn cafe mereka. Lalu mereka menemukan sinyal, sepertinya ini karena masalah nama. Mereka harus menemukan brand yang mudah diucapkan oleh orang-orang lokal Purbalingga. Karena lokasinya di perempatan lampu abang ijo, jadilah Bangjo Café.
“Selain nama, konsep juga kita ubah. Tadinya mau serba gerobak, lalu kita ubah jadi seperti layaknya cafe. Menunya juga diperkaya dan selalu ada yang baru. Interior juga terus kita inovasi, sesuai kebutuhan pelanggan,” jelasnya.
Vivi yang duduk mendampingi Eri mengatakan ide-ide seringkali justru datang dari pengunjung. Misal mereka sedang kerja kelompok, trus bilang, “Tante, kok disini nggak ada wifi-nya. Kami mau ngerjain tugas kelompok, butuh data-data dari internet”.
Atau saat mereka suka selfi, Vivi dan Eripun akhirnya memfasilitasi peminjaman tongkat narsis alias tongsis. Selain itu, mereka juga sering googling untuk menemukan interior yang oke untuk keperluan selfie para pengunjung.
“Karena kebanyakan pelanggan kami ini anak-anak muda dan anak-anak kecil, jadi kami harus memenuhi apa yang mereka inginkan. Kalau mereka mau ulang tahun, mau selfie, mau kerja kelompok, kita harus memberikan fasilitas yang mereka butuhkan,” katanya lagi.
Vivi yang masih menggeluti bisnis salon spa-nya, dan Eri yang masih memiliki jadwal siaran di salah satu radio milik Pemkab tak pernah berhenti berinovasi, baik dalam menu, interior dan fasilitas. Mereka bercita-cita menjadikan Bangjo Café sebagai One Stop Service segala kebutuhan anak-anak muda, terutama terkait dengan kuliner.
Nah, semakin banyak pilihan kuliner dan tempat nongkrong di Purbalingga yah? Tidak perlu jauh-jauh ke kota besar, cukup disini saja di Bangjo Café. (*)