PURBALINGGA INFO – Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Purbalingga menggelar acara Ngaji Budaya di pendopo Sangalikuran, Perumahan Abadi Kencana, Purbalingga Wetan, Kecamatan Purbalingga, Rabu (26/3/25) malam. Acara ini menghadirkan seni macopat hingga wayang ringkes sebagai bagian dari upaya merawat kearifan leluhur dan menjalin silaturahmi lintas budayawan serta seniman.

Dalam perhelatan ini, Ki Dalang Surotomo dari FP Sebantara membawakan sebait tembang Pucung yang sarat makna “Ngelmu iku kalakone kanti laku, Lekase Lawan Kas, Tegese kas nyantosani, Setya budhya pengekese dur angkara.”

Tembang ini bermakna bahwa “Ilmu itu adalah kawan yang selalu menyertai, jika kita berjalan, ia akan menemani, jika kita duduk, ia akan mendampingi, jika kita berbaring, ia akan menyelimuti, ilmu itu adalah teman yang setia, penjaga yang selalu waspada, pembela yang selalu siap, dan penolak bencana yang selalu mengawal,”.

Sutomo menuturkan bahwa tembang Pucung merupakan warisan leluhur yang berfungsi sebagai penanda sumber kehidupan, terutama air. “Jadi kenapa orang-orang terdahulu menandai adanya vegetasi, sumber kehidupan yang wajib dijaga oleh anak cucu setelahnya. Agar keseimbangan alam dan kelangsungan hidup terus terjaga,” ujarnya.

Ia juga menjelaskan bahwa para leluhur meninggalkan petunjuk melalui berbagai bentuk pundhen, yang bisa berupa candi, situs, makam, batu besar, pohon besar, hingga sungai.

“Cara mereka memberi petunjuk pada kita menggunakan bahasa alam, peninggalan yang harus dijaga. Di bawah candi itu ada mata air, di bawah batu besar ada mata air yang disembunyikan. Bahkan di bawah bangunan Ka’bah di Mekah ada sumber air zamzam,” tambahnya.

Ketua Lesbumi PCNU Kabupaten Purbalingga, Ryan Rachman, menegaskan bahwa Ngaji Budaya merupakan bagian dari program kerja Lesbumi yang rutin digelar setiap Ramadan.

“Kegiatan ini diselenggarakan atas kerja sama dengan Dewan Kesenian Purbalingga, Komunitas Katasapa, dan FP Sebantara dengan dukungan MWC NU Purbalingga serta BPRS Buana Mitra Perwira,” jelasnya.

Acara dibuka dengan penampilan hadroh dari Santri TPQ Arina Manasikana, diikuti dengan orasi budaya oleh Ketua Lesbumi dan pembacaan puisi oleh Ketua Katasapa, Ketua DKP, serta sejumlah seniman yang hadir.

Puncak acara menghadirkan pementasan wayang ringkes oleh Ki Dalang Dipa Ranu Amerta, seorang dalang muda yang membawakan lakon Manjing Impene Aswotama. Dalam durasi 30 menit, pertunjukan ini mengangkat cerita repertoar yang mencerminkan berbagai persoalan yang tengah dihadapi negeri ini, diibaratkan sebagai kemelut di bumi Astina.

Sekretaris Camat Purbalingga, Wasis Abadi, yang turut hadir dalam acara ini, mengapresiasi gelaran Ngaji Budaya. “Walau acara dikemas dengan sangat sederhana, tapi cukup menarik jika kegiatan seperti ini sering diadakan,” ungkapnya.

Dengan kemasan yang sarat nilai budaya dan refleksi kehidupan, Ngaji Budaya diharapkan menjadi ruang dialektika bagi para budayawan dan masyarakat dalam menjaga kearifan lokal serta merawat tradisi leluhur.