PURBALINGGA, INFO – Para pegiat desa wisata di Purbalingga diminta menerapkan Sapta Pesona pada organisasi kelompok sadar wisata yang digelutinya. Penerapan Sapta Pesona tidak saja pada pelayanan kepada wisatawan, tetapi juga dalam kehidupan berorganisasi di Pokdarwis dan dengan organisasi kelembagaan desa lainnya. Selain itu, pegiat desa wisata juga diminta menerapkan prinsip Empat S, masing-masing Solid, Speed, Smart, dan Smile.
Hal tersebut terungkap saat para pegiat desa wisata dan sejumlah kepala desa lokasi desa wisata melakukan studi komparasi menajemen pengelolaan desa wisata di Desa Wisata Pujon, Kidul, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jum’at – Sabtu (10-11/11). Selain belajar manajemen desa wisata, kegiatan yang difasilitasi Dinas Pemuda Olah Raga dan Pariwisata (Dinporapar) Purbalingga juga mengunjungi paket wisata petik apel di lahan petani di wilayah Desa Punten, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jatim serta di daya tarik wisata Museum Angkut Kota Batu.
Para peserta sangat antusias ketika berdialog dengan Kepala Desa Pujon Kidul yang dinilai sukses mengembangkan desanya sebagai desa wisata. Selain semangat warga desa Pujon Kidul, pihak pemerintah desa yang mendukung pendanaan lewat Dana Desa (DD) juga mampu mengembangkan sektor pariwisata dengan ikon utama Kafe Sawah. Bahkan, keberhasilan Desa Pujon Kidul mampu merambah wilayah Asean. Tahun 2017 ini, meraih penghargaan Homestay terbaik tingkat Asean. Kemudian juga meraih prestasi Desa Wisata Agro Nasional dari Kementerian Desa, pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Penghargaan lain yang diraih adalah Pokdarwis kategori Mandiri terbaik tahun 2017 dari Kementerian Pariwisata.
Kepala Desa Karangreja, Purbalingga, Sujarwo ingin mengorek rahasia sukses mengembangkan desa wisata. “Saya ingin mengetahui strategi praktis apa yang diterapkan oleh kepala desa Pujon Kidul dalam mengembangkan pariwisata,” katanya.
Kepala Desa Pujon Kidul, Udi Hartoko mengungkapkan, saat mulai mengembangkan desa wisata, memang masyarakat belum banyak yang tertarik. Setelah kembali terpilih sebagai kepala desa untuk periode kedua, Udi harus telaten mendatangi berbagai lembaga masyarakat dan bertemu masyarakat setiap dusun. Selama 21 hari setiap amalam harus menemui masyarakat, baik melalui pertemuan wilayah RT, RW, atau organisasi di desa seperti karang taruna, PKK, gapoktan, Linmas, LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan), pelaku seni budaya, kader lingkungan, sekolah dan lem,baga di desa lainnya. “Saya menyerap apa kemauan warga. Mereka saya datangi, kalau diajak rapat di balai desa, mungkin mereka enggan mengungkapkan karena dianggap formal. Namun, saat saya yang menemui mereka, ternyata warga sangat terbuka menuangkan ide-idenya, termasuk ide mengembangkan pariwisata di desa,” kata Udi Hartoko.
Udi menegaskan, hal yang paling utama untuk mengembangkan desa wisata, semua masyarakat dan lembaga desa harus kompak dan solid. Hilangkan ego sektoral lembaga atau kepentingan pribadi. Jika sudah solid, maka masyarakat akan mudah diajak maju. Selain itu juga harus transparan dalam pengelolaan anggaran. “Anggaran desa saya buka ke masyarakat, tidak ada hal yang ditutupi. Kita jangan mencari keuntungan dari anggaran itu. Tidak perlu main-main, kalau main-main anggaran, maka pikiran kita tidak tenang. Jika tidak tenang, maka ide sulit muncul. Hal ini yang perlu dipegang kuat oleh para kades,” ajaknya.
Setelah semua warga dan lembaga solid, maka harus cepat bertindak. Ide harus segera dieksekusi. Pemimpin di desa harus meyakinkan kepada masyarakat bahwa ide itu akan bisa dijalankan. Kalau pemimpinnya ragu, apalagi masyarakat yang mengikutinya. “Itu dilakukan dengan cepat atau saya sebut speed,” tegas Udi Hartoko.
Pemimpin di desa juga harus smart, harus cerdas menggali ide dan melaksanakannya. Kemudian, sebagai tuan rumah yang akan menerima para tamu, tentunya harus smile. Banyak tersenyum kepada tamu. “Para wisatawan itu kantamu kita, semua warga masyarakat kami tanamkan untuk menyambutnya dengan baik. Sapta Pesona juga harus benar-benar diterapkan, dan dihayati. Jadi, kunci keberhasilan itu yakni solid, speed, smart, dan smile,” ujar Udi Hartoko.
Selain prinsip 4 S itu, pihaknya juga menjalin kerjasama dengan pihak universitas dalam hal ini Universitas Brawijaya, pihak perbankan melalui BNI, media massa yang tidak terlepas ikut mempromosikan desa wisata, pemerintah Kabupaten Malang, dan lembaga masyarakat lainnya yang berkaitan dengan pengembangan desa wisata. “Desa wisata kami bisa besar dan terkenal, itu semata bukan kerja kami, tetapi dukungan berbagai pihak yang secara langsung maupun tidak langsung ikut membantu kami. Seperti dalam waktu dekat ini, Kemendes PDTT akan mengajak 80 orang wartawan untuk datang ke desa kami. Ini tentunya menjadi salah satu upaya untuk semakin mempromosikan desa Pujon Kidul,” kata Udi Hartoko.
Udi Hartoko menambahkan, daya tarik desa wisata terbagi dalam tiga wilayah dusun. Dusun Krajan dengan wisata edukasi pertanian, kampung Markisa (Mari Kita Sambut Wisata), homestay, dan Kafe Sawah. Kemudian Dusun Maron dengan wisata budaya udaya, dan ddukasi peternakan, home industri, dan Taman Herbal. (Wisata Konsevasi Alam). Dusun Tulung Rejo dengan daya tarik wisata alam dan camping ground, wisata offroad, serta kampung susu.
“Dampak pengembangan wisata di desa kami sangat terlihat. Antara lain membuka lapangan pekerjaan baru khususnya bagi pemuda sebanyak 85 orang, mengentaskan kemiskinan. Sekitar 30 persen pekerja di kafe sawah merupakan anak-anak dari rumah tangga miskin. Mereka mendapat penghasilan rata-rata Rp 1,2 juta per bulan. Sebelumnya mereka tidak bekerja dan hanya nongkrong serta begadang hingga malam hari. “Dari sektor pariwisata, desa juga mendapat pendapatan sebesar Rp 167 juta sejak Januari hingga Oktober 2017 ini. Dan ini yang membuat kami juga bangga, lingkungan di Desa Pujon semakin bersih dan sehat. Ini juga diakui oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menganugrahkan desa kami dengan penghargaan Kampung Proklim tahun 2016,” tambah udi Hartoko. (PI-1)