PURBALINGGA – Plt Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi SE BEcon MM memimpikan adanya Desa Wisata Kopi di Purbalingga. Dimana desa tersebut tersedia perkebunan kopi sekaligus tersedia tempat pemrosesan kopi menjadi siap saji.

Hal itu diungkapkan dalam sambutannya pada acara Pembukaan Festival Kopi Purbalingga 2018, Jumat (28/12) di Alun-alun Purbalingga. “Saya ingin kita bisa belajar dari Bali. Di sana yang namanya perkabunan kopi bisa jadi destinasi wisata. Sayapun ingin ada desa penghasil kopi menjadi semacam itu. Disitu kita mulai menikmati pemandangan perkebunan kopi, belajar  cara memetik kopi, memproses kopi yang baik dari hulu sampai hilir,” katanya.

Ia mengapresiasi festival ini, ia berharap agar Festival Kopi Purbalingga bisa menjadi event tahunan. Bahkan tahun depan ia mengusulkan agar festival kopi ini bisa diselenggarakan di desa penghasil kopi.

“Bahkan kalau bisa tidak hanya menjadi event berskala lokal tapi enet berskala nasional,” ujarnya.

Menurutnya Purbalingga memiliki potensi kopi yang cukup bagus. Dimana hampir di setiap kecamatan memiliki kopi khasnya masing-masing. Demikian pula dari sisi pemasaran, Kopi menjadi minuman yang banyak dicintai masyarakat baik tua-muda pria-wanita, bahkan menjadi semacam life style .

“Sekarang meyeduh kopi di pagi hari merupakan kebiasaan masyarakat. Gerai juga kopi bermunculan di mana mana,” katanya.

Festival Kopi semacam ini menurutnya memiliki banyak sekali manfaat. Selain mempromosikan dan mengenalkan kopi khas Purbalingga yang berkualitas kepada masyarakat luas, festival ini juga mempertemukan antar pegiat kopi untuk saling berbagi dan bertukar informasi.

Sementara itu, Ketua Panitia Festival Kopi Purbalingga 2018 Azhari Kimiawan menuturkan, festival ini bertemakan ‘Mengembalikan Kejayaan Kopi Purbalingga’ ini memiliki makna tersendiri. Mernurutnya, Purbalingga di era sebelum tanam paksa (1813) masyarakat Purbalingga sudah menanam pohon kopi.

“Baru sekitar era tanam paksa penanaman kopi lebih masif, ada sekitar 10 juta batang pohon kopi di Purbalingga. Sehingga Purbalingga menjadi produsen kopi terbesar se karesidenan Banyumas. Kopi kita diangkut ke pelabuhan Cilacap menuju ke  Batavia untuk kemudian diekspor ke Eropa,” ujar barista yang menggunakan kursi roda ini.

Namun saat ini kopi Purbalingga kurang dikenal. Kecenderungan orang menjual kopi khususnya jenis Robusta Purbalingga dibranding dengan nama lain, yakni Kopi Lampung. Menurutnya Kopi Lampung adalah jenis kopi yang biasa ditanam di pekarangan masyarakat Purbalingga.

“Oleh karena itu kami membuat gerakan untuk mengembalikan kembali kejayaan kopi Purbalingga, melalui festival ini berkumpul dari temen temen hulu dan hilir. Kami berkumpul mengingatkan kembali kepada masyarakat Purbalingga bahwa Purbalingga memiliki kopi dengn kualitas yang sangat baik, tinggal bagaimana pengolahan kita nantinya,” kata pemilik kedai Kopikalitas ini.

Tujuan ke depan ketika sudah mengenalkan kopi di Purbalingga, maka diharapkan kesejahteraan pelaku petani kopi dan pelaku lain akan meningkat. Sehingga bisa mencapai sila kelima dari Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.(Gn/Humas)