PURBALINGGA – Plt Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi SE BEcon, pada Selasa (26/6) memberikan jawaban atas pandangan umum fraksi-fraksi yang disampaikan oleh DPRD Kabupaten Purbalingga pada Senin (25/6) lalu. Pada kesempatan sebelumnya, fraksi-fraksi umumnya menyoroti soal capaian realisasi anggaran baik pendapatan maupun belanja yang tidak mencapai 100 persen.
Menanggapi pertanyaan dari Fraksi PDI Perjuangan mengenai pendapatan daerah yang hanya terealisasi 99,79%. Plt Bupati menjelaskan hal tersebut disebabkan realisasi lain-lain pendapatan daerah yang sah hanya tercapai Rp 6,53 miliar atau hanya 57,85% dari target. Pendapatan sektor tersebut merupakan alokasi hibah dari pemerintah pusat.
”Program hibah ini bersifat top down sehingga pemerintah daerah hanya menerima sesuai dengan alokasi yang diberikan oleh pemerintah pusat, sebagaimana dana transfer (DAU dan DAK),” ungkapnya. Pernyataan tersebut juga menjadi jawaban atas pertanyaan dari Fraksi Gerindra.
Terkait belanja daerah yang beberapa komponen tidak terealisasi 100 persen. Ia merinci khusus belanja tidak langsung terutama belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga tidak sepenuhnya terserap. Salah satu penyebabnya adalah biasanya terdapat calon penerima bantuan yang sampai batas akhir waktu yang ditetapkan, belum bisa memenuhi syarat-syarat yang diminta sehingga tidak bisa mendapatkan alokasi bantuan.
“Kemudian juga bansos untuk masyarakat kurang mampu, namun penerima tidak sesuai dengan keadaan riil yang terjadi di lapangan. Sedangkan untuk belanja tidak terduga, realisasinya sesuai dengan terjadi atau tidaknya bencana di wilayah purbalingga. Sehingga jika tidak terjadi bencana atau kejadian luar biasa lainnya, maka belanja tidak terduga tersebut tidak akan direalisasikan,” katanya.
Meskipun menyandang predikat WTP, namun di dalam LHP atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan sistem pengendalian intern masih terdapat 11 temuan. Terhadap hal tersebut, Plt Bupati jelaskan pihaknya akan mengkordinasikan dan menjelaskan ulang kepada pihak BPK terhadap temuan tersebut dalam bentuk tanggapan hasil pemeriksaan.
”Di sisi lain, guna mengeliminasi temuan tersebut, secara preventif kami sudah melaksanakan pembinaan kepada pejabat pengelola anggaran secara sistematis dan berkala,” ujarnya.
Selanjutnya Plt Bupati menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Golkar mengenai penurunan pendapatan dari pajak losmen, pajak rumah makan dan pajak warung. Ia menjelaskan pemasukan pajak losmen turun karena pada tahun 2017 terdapat objek pajak yang semula kategori losmen menjadi kategori hotel melati I sehingga mengurangi pendapatan dari pajak losmen dan menaikan pendapatan dari pajak hotel melati I.
“Pajak rumah makan dan warung ada penurunan realisasi dikarenakan pada tahun 2017 ada objek pajak yang semula kategori rumah makan menjadi kategori restoran dan kategori warung menjadi kategori rumah makan, sehingga mengurangi pendapatan dari pajak rumah makan dan warung,” katanya.
Alasan Belanja Pegawai Membengkak
Mengenai masih minimnya upah jasa pendidikan sebesar Rp 750.000 per bulan untuk Guru Tidak Tetap (GTT), Plt Bupati menjawab semata-mata disebabkan oleh keterbatasan anggaran. Apabila terdapat ruang fiskal yang makin memadai, maka besaran honor untuk mereka dipertimbangkan untuk dinaikkan.
Sebelumnya, Fraksi Gerindra menanyakan mengenai pembengkakan realisasi belanja pegawai yakni sebesar 113,73 persen. Plt Bupati menjawab bahwa realisasi belanja pegawai sedikit melebihi anggaran karena adanya penyajian belanja pegawai dana BOS berupa honorarium PTT dan GTT.
“Honorarium itu dalam APBD dianggarkan pada kelompok belanja barang dan jasa. Tetapi dalam LKPD tahun 2017 disajikan pada kelompok belanja pegawai sesuai dengan kriteria yang diharuskan oleh standar akuntansi pemerintahan,” imbuhnya.(Gn/Humas)