PURBALINGGA – Komunitas Petani Kopi Purbalingga (Kompak Bangga) dan Asosiasi petani Kopi Purbalingga, Rabu (27/2) menemui dan berdialog bersama Plt Bupati Purbalingga Dyah H Pratiwi di OR Graha Adiguna Kompleks Pendopo Dipokusumo. Mereka menyampaikan beberapa hambatan yang selama ini dihadapi dalam produktifitas kopi khususnya di sektor hulu atau budidaya.
Ketua Kompak Bangga, Arif Prasetyo mengatakan audiensi ini selain untuk berdialog dengan pemerintah juga untuk menyamakan persepsi dan sinergi positif antara Kompak Bangga dengan Asosiasi Petani Kopi. “Kami Kompak Bangga di sektor hulu berfokus saling mengedukasi peningkatan kualitas dan mutu hasil budidaya kopi kepada sesama petani kopi. Selain itu kami juga menjembatani petani kopi dengan pengolah kopi di hilir,” katanya.
Saat ini anggota Kompak Bangga ada sekitar 100 anggota yang tersebar di Karangjambu, Karangreja, Kejobong,dan Kutasari. Ada beberapa hal yang disampaikan para petani kopi terkait hambatan produktifitas mereka. Sobirin, misalnya petani kopi asal Desa Gunungwuled (Rembang) menyampaikan saat ini masih terkendala mahalnya biaya stek guna perbanyakan tanaman.
“Seandainya saja kalau ada dana dari pemerintah untuk penyetekan biar saya yang kerjakan sendiri,” katanya.
Keluhan yang sama juga disampaikan oleh Bahrun dari Desa Sirandu (Karangjambu) bahwa petani akan kesulitan untuk stek tanpa adanya biaya yang memadai. Belum lagi jika melakukan stek secara mandiri seringkali menemui kegagalan. Ia berharap Bantuan Keuangan Khusus (BKK) yang biasanya digelontorkan ke desa dapat dialokasikan sebagian untuk kepentingan budidaya kopi bagi kelompok petani kopi ini.
Beberapa hal lain yang turut disampaikan dalam audiensi ini diantaranya kebutuhan mesin-mesin kopi khususnya untuk pasca panen seperti pengupas kulit kopi dan sebagainya. Mereka juga turut mengusulkan agar pemerintah menengahi ketimpangan harga yang cukup signifikan antara harga jual dari pelaku usaha kopi hulu (Petani) dengan harga jual pelaku usaha kopi hilir (penjual kopi siap konsumsi). Salah satu diantaranya disampaikan juga kebutuhan pupuk.
Kompak Bangga juga memiliki cita-cita untuk mewujudkan desa wisata kopi, seperti halnya Coffee Plantation di Bali. Oleh karena itu mereka butuh gambaran yang konkrit melalui studi banding. Mereka menyampaikan proses pembibitan kopi di sekitar Karangjambu sudah berlangsung cukup baik, namun mereka juga ingin adanya varietas baru yang lebih baik yang didatangkan dari luar daerah.
Sementara itu Plt Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi SE BEcon MM mengatakan segala bentuk masukan tersebut akan ditampung oleh pemerintah daerah. Terkait dengan permintaan bantuan mesin pasca panen bisa mengajukan melalui proposal. Sedangkan persoalan stek diakui membutuhkan biaya yang tidak sedikit, maka Dinas Pertanian dapat memfasilitasi melalui kegiatan Sekolah Lapangan.
“Mudah-mudahan di APBD Perubahan 2019 nanti semua sudah bisa terfasilitasi,” katanya.
Plt Bupati Tiwi juga mengungkapkan, trend kopi saat ini mulai meningkat bahkan sebagai bagian dari lifestyle. Ia juga berkeinginan untuk mewujudkan Coffee Plantation seperti halnya di Bali untuk diterapkan di Purbalingga. Melalui pertemuan ini ia berharap ada masukan yang membangun ke depan sinergis agar kopi di Purbalingga bisa jadi daya tarik dan komoditas kebanggan Purbalingga.
“Saya amati tiap kecamatan punya kopi khas masing-masing khsusnya Karangjambu, Karangreja, Kutasari dan Kejobong. Untuk itu saya berkomitmen pengembangan kopi dari hulu dan hingga hilir. Untuk saling sekrup agar bisa lebih maksimal,” katanya.
Administratur Perum Perhutani KPH Banyumas Timur, Didiet Widhy Hidayat membuka peluang kerja sama dengan petani untuk menanam kopi di lahan Perhutani yang ada sekitar 14.000 hektar. Namun mereka harus melibatkan lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) sebagai pemangku petak-petak hutan itu. “Kami terbuka bagi yang ingin memanfaatkan lahan hutan kami untuk penanaman kopi, dan yang paling cocok adalah jenis Arabica karena bisa ditanam di tempat yang kurang cahaya,” katanya. (Gn/Humas)