PURBALINGGA – Kerajinan Wayang Suket yang sudah berkembang di kabupaten Purbalingga sejak puluhan tahun kini bakal dijadikan ikon Purbalingga. Wacana itu muncul saat karya Wayang Suket Purbalingga dipamerkan dalam kegiatan Pentas Seni Budaya Kabupaten Purbalingga di Anjungan Jawa Tengah Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Minggu (2/9).
Plt Bupati Dyah Hayuning Pratiwi, SE, BEcon saat bertemu Badriyanto, perajin wayang suket asal Wlahar Kecamatan Rembang berjanji akan mengembangkan karya kerajinan Wayang Suket sehingga dapat menjadi ikon dan souvenir khas Kabupaten Purbalingga. “Saat ini perajin wayang suket di Purbalingga hanya satu-satunya. Nanti akan kita rekrut secara khusus untuk melakukan pemberdayaan sehingga potensi kerajinan wayang suket dapat menjadi cinderamata khas Purbalingga,” ujar Plt Bupati Tiwi.
Plt Bupati juga meminta Dinas Pertanian untuk melakukan kajian sehingga rumput kasuran sebagai bahan baku wayang suket dapat dibudidayakan sehingga tidak mempengaruhi pasokan bahan baku. Selain itu, pihak UMKM juga diminta melakukan pelatihan dan pemberdayaan agar kerajinan wayang suket tidak hanya diproduksi secara massal.
Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Drs. Subeno, MSi akan segera menindaklanjuti keinginan Bupati menjadikan wayang suket sebagai ikon baru kabupaten Purbalingga. Bahkan pihaknya berencana merekrut Badriyanto sebagai THL (Tenaga Harian Lepas) Pemda yang khusus ditugasi melakukan pengembangan wayang suket. “Kita juga melakukan pelatihan-pelatihan agar lebih banyak lagi generasi penerus yang dapat membuat wayang suket. Sehingga karya kerajinan wayang suket tidak akan punah,” katanya.
Subeno juga sudah melakukan pembicaraan dengan tokoh-tokoh sukses di perantauan khususnya wilayah Jakarta yang siap memberikan suport terhadap upaya pengembangan wayang suket. Dia mengatakan, wayang suket sebagai karya kerajinan bernilai tinggi bila dikemas lebih menarik dapat menjadi cinderamata untuk kalangan pejabat ditingkat pusat bahkan untuk tamu-tamu negara.
“Wayang Suket sangat elegan bila dijadikan cinderamata. Bisa menggunakan pigura kaca atau untuk bentuk yang lebih kecil menggunakan tutup kaca seperti piala. Potensinya sangat menjanjikan dan kita akan suport pemasaranya,” kata Ketua Kulabangga (Kumpulan Lare Purbalingga), Sayono.
Menurut perajinnya, Badriyanto kerajinan Wayang Suket yang sudah digelutinya sejak sekira 20-an tahun lalu hingga kini masih banyak mengalami kendala. Selain regenerasi perajin yang hanya tinggal satu-satunya, persoalan bahan baku suket Kasuran yang katanya hanya tumbuh saat musim kemarau juga berpengaruh terhadap produktifitas kerajinan Wayang Suket ini.
“Untuk menghasilkan satu buah wayang suket juga membutuhkan waktu yang tidak cepat. Untuk wayang suket ukuran besar minimal 4 sampai 5 hari. Dan untuk ukuran kecil antara 3 – 4 hari. Memang waktunya lama karena harus detail dan bergantung rumit tidaknya motif wayang yang akan dibuat,” jelasnya.
Harga dari wayang suket ini sepadan dengan kualitas, kerapihan dan keawetanya. Harga satu wayang suket ukuran kecil dipatok mulai Rp 400.000 dan yang besar mencapai Rp 800.000.
Keterampilan menganyam wayang suket ini, menurut Badri didapat dari kakeknya Kesang Wikrama atau lebih dikenal dengan Mbah Gepuk yang semasa hidupnya tinggal di Desa Bantarbarang Kecamatan Rembang, menyulap rumput kasuran menjadi berbagai bentuk tokoh wayang. Bahkan pada tahun 1995, Mbah Gepuk berhasil mengadakan pameran tunggal di Bentara Budaya Yogyakarta. Sepeninggalnya Mbah Gepuk pada tahun 2002, keahliannya tidak “mati”. Ini karena, Mbah Gepuh sudah punya penerus, yakni cucunya Badrianto. Berkat ilmu yang didapat dari Mbah Gepuk, akhirnya dirinya mahir menyulap rumput jadi wayang. Dikatakan Badrianto, dia sudah belajar menganyam dari kakeknya sejak kelas 2 Madrasah Tsanawiyah. “Waktu mbah bikin wayang, saya lihat dan mengikuti. Setelah selesai mengerjakan, saya baru meminta pendapat dari mbah,” kata Badrianto.
Badriyanto berharap, kerajinan wayang suket tidak akan punah, bahkan mampu berkembang menjadi ciri khas kabupaten Purbalingga. (Hr/humas)