PURBALINGGA – Indonesia baru memenuhi tiga persen dari seluruh kebutuhan produk olahan sabut kelapa dunia. Artinya dengan potensi pohon kelapa yang ada di Indonesia potensi ekspornya masih sangat tinggi.
”Kebutuhan cocofiber ke Tiongkok itu unlimited, cocopeat itu juga banyak karena tidak semua tanah bisa ditanami jadi kebutuhan media tanam seperti cocopeat itu tinggi,” kata Ichsan Mobaidi sebagai narasumber pelatihan desa rintisan Reforma Agraria di Desa Panusupan, Selasa (13/8/24).
Ichsan melanjutkan, tidak hanya di kebutuhan ekspor, dalam negeri pun masih banyak perusahaan/pabrik yang membutuhkan sabut kelapa.
”Contoh perusahaan atau pabrik yang membutuhkan sabut kelapa adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap, salah satu bahan bakar yang dipakai PLTU di Pacitan itu adalah cocopeat, dan masyarakat di pacitan belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan itu,” tegasnya.
Pelatihan ini adalah kegiatan yang diadakan oleh Dinas Perumahan Rakyat Dan Kawasan Permukiman (Disperakim) Provinsi Jawa Tengah yang merupakan tindak lanjut dari sertifikasi dari ATR/BPN Kabupaten Purbalingga.
”Setelah Itu kami tindaklanjuti dengan kegiatan Peningkatan Akses Reforma Agraria dengan pelatihan penggunaan sabut kelapa, dikarenakan limbah tersebut cukup banyak di Desa Panusupan,” kata Sub Koordinator Seksi Pembinaan Dan Pengendalian Pertanahan Disperakim, Yusticia Dewi Maharani.
Disperakim menggandeng Oesaka Indonesia sebagai narasumber untuk memberikan pelatihan olahan sabut kelapa seperti pot, tas, topi, dan sapu.
”Maksud dan tujuan kami adalah agar ibu-ibu dan bapak-bapak dapat memberdayakan diri dengan pemanfaatan limbah sabut kelapa tersebut, yang imbasnya juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Panusupan” tambahnya. (an/komin)