PURBALINGGA – Sebelum  Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) di Jl Walik Kelurahan Kemabaran Kulon digunakan, Plt Bupati memberikan sejumlah solusi atau antisipasi terkait beberapa kemungkinan problem.  Baik itu potensi masalah berupa keamanan, konflik sosial sesama penghuni, serta ketersediaan listrik serta air bersih yang memadai.

Untuk mengantisipasi kemungkinan permasalahan tersebut, kebijakan dan upaya yang dapat ditempuh antara lain : Menerbitkan Peraturan Bupati tentang petunjuk pelaksanaan Perda tentang Pengelolaan Rusunawa; Membentuk paguyuban penghuni rumah susun sewa; Peraturan internal dalam rusunawa yang disepakati oleh paguyuban penghuni Rusunawa.

”Pembangunan tembok keliling; Penyediaan petugas keamanan; Perjanjian antara pengelola dengan para penghuni Rusunawa. Pembayaran listrik sistem token /prabayar oleh masing penghuni; Air minum menggunakan sumur dalam yang telah dialirkan ke masing-masing satuan rusunawa. Penyediaan alat pemadam kebakaran,” imbuh Plt Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi SE BEcon MM dalam Rapat Paripurna DPRD acara Penyampaian Jawaban Bupati atas Pandangan Umum Fraksi-Fraksi Terhadap 6 Rancangan Perda, Kamis (21/3) di Ruang Rapat DPRD.

Seperti yang diketahui, pembangunan Rusunawa ini merupakan untuk yang pertama kalinya di Purbalingga. Pembangunan rumah susun sewa dan perlengkapannya merupakan hibah dari pemerintah pusat sebanyak 58 unit tipe 36 dengan dana kurang lebih Rp 15 milyar.

”Upaya ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi  masyarakat berpenghasilan rendah yang belum punya rumah untuk dapat tinggal sementara dengan masa kontrak maksimal 6 tahun berturut-turut dengan harapan selanjutnya dapat mempunyai rumah sendiri,” katanya

Ia juga menjelaskan terkait kriteria masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam Raperda Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa, yaitu mereka yang dari sisi pendapatan perbulan diusulkan  paling tinggi Rp 4 juta. Hal ini mempertimbangkan kemampuan yang bersangkutan untuk membayar uang sewa sekaligus masih bisa hidup layak menurut ukurannya.

“Terkait daftar perbedaan tarif retribusi rusunawa antara lantai 1, lantai 2 dan lantai 3 dapat kami jelaskan bahwa perbedaan tarif didasarkan pada kemudahan dalam mobilitas penghuni di rusunawa karena masih menggunakan tangga secara manual,” katanya.

Selain akan dibahasnya Raperda tentang Pengelolaan Rusunawa ini, juga akan dibahas Raperda perubahan atas Perda nomor 2 tahun 2015 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. Perda tersebut dibutuhkan mengingat akan adanya Rusunawa sebagai sumber pendapatan daerah.

Plt Bupati Tiwi memberikan pengarahan agar mekanisme pelaksanaan pemungutan retribusi agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab. Ia menjelaskan implementasi Perda tersebut dilaksanakan oleh perangkat daerah terkait / instansi pengelola baik dalam pengawasan, pemungutan retribusi maupun penyetorannya.

“Mekanismenya adalah perangkat daerah terkait menghitung pemanfaatan kekayaan daerah yang menjadi kewenangannya kemudian menetapkan besarannya sesuai dengan aturan yang ada (misalnya untuk penetapan bulanan atau tahunan). Setelah diketahui ketetapan retribusinya, petugas secara rutin memungut dan kemudian disetorkan langsung ke kas daerah,” katanya.(Gn/Humas)