PURBALINGGA INFO – Pemerintah Kabupaten Purbalingga terus menggencarkan upaya eliminasi Tuberkulosis (TBC) dengan melibatkan berbagai sektor dalam penanganannya. Hal ini disampaikan dalam pertemuan koordinasi lintas sektor Program TBC Tahun 2025 yang digelar pada Senin (24/2/2025) di Operation Room (OR) Graha Adiguna, kompleks Pendopo Dipokusumo Purbalingga.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga, Triadi Handoyo, mengungkapkan bahwa capaian penemuan kasus TBC di tahun 2024 telah melampaui target. “Target cakupan penemuan TBC atau Treatment Coverage di tahun 2024 adalah 90%, tetapi capaian kita mencapai 106%,” ujarnya. Sementara untuk tahun 2025, target tetap dipertahankan di angka 90%, dan hingga Januari sudah mencapai 8%, dengan optimisme untuk terus meningkat di bulan-bulan berikutnya.
Triadi juga menyoroti strategi dalam penanganan TBC di berbagai fasilitas kesehatan, mulai dari Puskesmas, rumah sakit pemerintah dan swasta, hingga dokter praktik mandiri. Program ini tidak hanya berfokus pada pasien dewasa tetapi juga menangani kasus TBC pada anak.
“Semua sektor di Indonesia bahu-membahu untuk menurunkan angka kejadian TBC,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Tim P2PM Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga, Abidin Solihin, menegaskan pentingnya pelacakan kasus secara agresif untuk menemukan penderita TBC.
“Ada tiga arahan utama dari Presiden RI dalam percepatan eliminasi TBC, yaitu pertama, pelacakan yang lebih agresif untuk menemukan penderita, kedua, memastikan stok obat-obatan TBC selalu tersedia dan pengobatan harus tuntas, serta ketiga, melakukan pencegahan secara lintas sektor, termasuk dari sisi infrastruktur,” jelasnya.
Abidin juga menekankan bahwa desa memiliki peran penting dalam eliminasi TBC. “Desa adalah entitas yang paling dekat dengan masyarakat dan mampu mendukung program 3T (Testing, Tracing, dan Treatment). Sayangnya, masih ada tantangan di lapangan, seperti belum semua terduga TBC ditemukan dan adanya kasus putus pengobatan sebelum enam bulan, yang berpotensi menimbulkan TB Resistan Obat (TB RO),” tambahnya.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa program TBC juga dikolaborasikan dengan pemeriksaan penyakit lainnya seperti diabetes melitus (DM) dan HIV. “Saat ada pasien TBC, langsung kita cek juga apakah ada DM atau HIV, karena ini sering berkaitan,” terangnya.
Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Kabupaten Purbalingga, Suroto, menegaskan bahwa meskipun TBC tidak seviral COVID-19, penanganannya harus tetap dilakukan dengan serius. “Bahaya TBC ini tidak seheboh COVID-19, tetapi penanganannya harus sama seriusnya,” ujarnya.
Suroto juga mengakui adanya keterbatasan anggaran dalam bidang kesehatan akibat pergeseran prioritas pemerintah pusat. “Di bidang kesehatan ada pengurangan anggaran, termasuk untuk program TBC. Namun, ini tidak boleh menjadi penghalang bagi kita untuk tetap berkomitmen dalam eliminasi TBC,” katanya.
Sebagai bentuk komitmen, Purbalingga telah membentuk tim percepatan eliminasi TBC di tingkat kabupaten, yang nantinya akan diperluas hingga ke tingkat OPD, kecamatan, desa, dan kelurahan. “Bila diperlukan, satuan pendidikan juga harus memiliki kewaspadaan dini terhadap TBC,” tandasnya.
Dengan sinergi lintas sektor dan peran aktif masyarakat, diharapkan target eliminasi TBC nasional pada tahun 2030 dapat tercapai, serta angka kematian akibat TBC di Purbalingga terus menurun. (Ady/Kominfo)