PURBALINGGA, INFO – Tiga alumni SMAN 1 Purbalingga tahun 2011 berhasil meraih penghargaan internasional pada ajang bergengsi International Invention and Innovative Competition (InIIC) Serries 2″ Tahun 2017 di Malaysia. Mereka bersama enam temannya–kolaborasi mahasiswa UGM, UNY, dan The University of Hong Kong (HKU)–tergabung ke dalam dua tim. Masing-masing berhasil meraih medali perak untuk dua penemuannya, berupa program aplikasi Batik Detector, dan program aplikasi Game Visit Indonesia. Bahkan, untuk program aplikasi Batik Detector sekaligus mendapatkanspecial award.
Ajang bergengsi tingkat internasional ini diikuti 180 tim, dari berbagai negara, diantaranya dari Thailand, Malaysia, Singapura, Hongkong dan Indonesia.
Tiga pelajar alumni SMAN 1 Purbalingga itu, terdiri Seivian Ginanta (24) dari Desa Toyareka, Kecamatan Kemangkon kini masih kuliah di Ilmu Komputer UGM, Hardika Dwi Hermawan (25) dari Desa Cipaku, Kecamatan Mrebet, mahasiswa S2 – Master of Science in Information Technology in Education (MITE), Faculty of Education, The University of Hong Kong (HKU), dan Purwatmaja Listiadhi Karana (24) dari Desa Selabaya,Kecamatan Kalimanah, kini mahasiswa S-2 Pendidikan Dasar, UNY.
Pimpinan proyek kegiatan itu, Hardika Dwi Hermawan mengatakan, pada ajang InIIC ke 2 itu, pihaknya mengirimkan dua tim,kolaborasi mahasiswa dari UGM, UNY dan HKU. Setiap tim beranggotakan lima orang, dan Hardika berada di dua tim itu. “Jadi ada 9 orang yang berlaga di lomba itu, karena saya berada di dua tim,”ucap Hardika ketika ditemui di Balai Wartawan Purbalingga, Sabtu (25/11/2017).
Tim pertama, dibawah bimbingan Dr.Fatchul Arifin, MT (dosen Fakultas Teknik UNY), membuat program aplikasi batik detector. Tim ini dipimpin Hardika Dwi Hermawan, beranggotakan Seivian Ginanta, Purwatmaja Listiadhi Karana, Kiky Ardinal (24, alumni D3 Teknik Sipil UNY), dan Irmadarus Sholekhah (mahasiswa S2 Pend. Ekonomi UNY).
Tim kedua, dibawah bimbingan Prof Sukirno M.Si., Ph.D (dosen Fakultas Ekonomi UNY), membuat aplikasi program game visit Indonesia. Tim ini dipimpin Hardika Dwi Hermawan, beranggotakan Umi Fatimah (26, alumni Pendidikan Teknik Informarika UNY), Agatha Saputri (mahasiswa S-2 Pendidikan Ekonomi UNY ), Dwi Pamudi Ismoyo (mahasiswa Ilmu Pemerintahan UGM, Ambar Rizki Firdauz (mahasiswa S-2 Evaluasi Pendidikan UNY).
“Khusus kami bertiga, yakni Seivian Ginanta, Purwatmaja Listiadhi Karana dan saya sendiri, sudah berteman sejak SMA. Kami lulus SMAN 1 Purbalingga tahun 2011 atau biasa disebut alumni Ganesha 47. Saat di SMA, kami semua dari jurusan IPA, dan sama-sama aktif di Pramuka. Selanjutnya kami kuliah bareng di Yogyakarta, dan kebetulan kost bareng,” ujar Hardika Dwi Hermawan yang juga alumni Pendidikan Teknik Informatika UNY ini.
Karena sering bertemu itulah, mereka bersepakat untuk mengikuti ajang internasional ini. “Kami ajak juga kawan-kawan di UNY dan UGM, jadilah kami yang berangkat ke Malaysia dalam dua tim, bersyukur bisa meraih medali perak dan special award,” timpal Seivian Ginanta.
Dijelaskan, ajang kompetisi internasional (InIIC) ke 2 diselenggarakan oleh MNNF (Mediate Nexus and Nuture a Fast) bekerjasama MNNF Publisher, Advanced Scientific Press (ASP) dan beberapa perguruan tinggi ternama di Malaysia,18 November 2017 lalu. Tujuan kompetisi ini, untuk mencari solusi inovatif, hemat biaya dan praktis guna mengatasi keterbatasan dan hambatan di masyarakat.
“Dalam kompetisi ini kami tidak membawa bendera salah satu perguruan tinggi. Kami kolaborasi tiga kampus, yakni UGM,UNY dan HKU.Untuk biaya keberangkatan ada bantuan dari kampus masing-masing. Dan khusus untuk pengurusan hak cipta Batik Detector kami dibantu oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNY. Sedangkan untuk penelitian, presentasi karya di Thailand, dan publikasi jurnal internasional yang dilakukan sebelum lomba di Malaysia, kami dibiayai oleh UNY, FIF dan PT Cargil,” ujar Hardika yang bercita-cita menjadi dosen ini.
Meskipun beda kampus, sambung Hardika, namun dirinya dan kawan-kawannya kompak. “Kami yang posisi di Hongkong sering berdiskusi melalui internet dengan teman-teman di Yogyakarta. Hingga saat ketemu di Yogyakarta menjelang keberangkatan ke Malaysia, kami matangkan dua proyek penelitian itu, hingga berbuah penghargaan internasional.Jadi bisa dikatakan ini karya lintas negara dan lintas waktu,” ujarnya sambil tersenyum.
Untuk Batik Detector, Hardika menjelaskan, merupakan aplikasi berbasis Mobile Phone yang menggunakan teknologi Augmented Reality.Yakni teknologi yang menggabungkan lingkungan nyata dengan lingkungan virtual. Melalui kamera HP, aplikasi Batik Detector mampu mendeteksi beragam motif batik yang dapat memunculkan elemen 3D, 2D, anmasi dan video dalam lingkungan nyata. Salah satu contohnya adalah pada film teletubies, yang akan muncul video pada perut tokoh tersebut. Termasuk game Pokomen Go juga menggunakan Augmented Reality (AR).
“AR sendiri adalah teknologi saat ini yang telah teruji dapat meningkatkan daya tarik generasi muda untuk mencobanya. Kami ingin mengaitkan bahwa perkembangan teknologi dapat sejalan dengan pelestarian budaya dan penguatan nilai-nilai budaya,”ujarnya.
Batik Detector sendiri kini telah mendapatkan HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelktual) dari Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia pada tahun 2016, dengan Hardika Dwi Hermawan sebagai pencipta utamanya. Batik Detector sebelumnya telah digunakan dan diujicoba di Sekolah Indonesia Singapore, dimana saat itu Drs. Agus Triyanto,MM.Pd (mantan Kepala SMPN 1 Purbalingga yang sempat menjadi kepala sekolah di Sekolah Indonesia Singapura (SIS), menggunakannya sebagai media pembelajaran yang dapat mempromosikan ragam batik nusantara di Singapore.
“Kini, aplikasi batik detector dapat digunakan di perpustakaan-perpustakaan, museum batik/budaya sebagai media pembelajaran, termasuk sebagai bonus aplikasi pada buku-buku motif batik Indonesia,”ujarnya.
Sedangkan untuk program aplikasi Game Visit Indonesia, timpal Seivian Ginanta, adalah mobile game bergenre quiz yang dapat membantu pengguna untuk lebih mengenal dan memahami ragam budaya nusantara hinggalebih dari 150 jenis kebudayaan dan pariwista Indonesia.
“Game based learning ini didesain berdasarkan karakteristik game interaktif, terdapat award, leaderboard, dan bantuan yang menarik pengguna untuk mengenal lebih dekat budaya dan pariwisatanya,” ujar Seivian.
Dijelaskan juga, prosedur mengikuti InIIC 2 di Malaysia itu, diawali dengan mengirimkan proposal project kepada panitia, kemudian setelah lolos, panitia mengirimkan surat undangan untuk mengikuti final di malaysia. “Selama di malaysia , presentasi dilakukan full bahasa inggris terkait latarbelakang, novelity, kebermanfaat, implementasi, peluang komersialsasi, dan sebagainya,” ujarnya.
Hardika, Seivian dan Purwatmaja Listiadhi Karana sepakat menitip pesan kepada generasi muda,khususnya adik-adik kelasnya di SMA Negeri 1 Purbalingga, tekunlah belajar dan teruslah berkarya sehingga memberikan manfaat kepada masyarakat. “Bermimpilah setinggi-tingginya, karena diawali dari mimpi, siapa saja bisa menjadi apasaja,” pesan mereka bertiga.
Mereka juga sangat bersyukur mendapatkan penghargaan dalamajang InIIC ke2di malaysia tahun 2017 ini. Selain telah mengharumkan nama bangsa Indonesia, mereka juga mendapatkan pelajaran berharga dan ilmu yang bermanfaat dari peserta-peserta lain.
“Harapan kami, ke depan semakin banyak putra-putri Indonesia yang dapat mencetak prestasi dan mengharumkan nama Indonesia di kancah Internasional. Ucapan terima kasih juga mereka sampaikan kepada seluruh pihak yang mendukung, termasuk keluarga besar SMA Negeri 1 Purbalingga,” ujar Seivian mewakili rekan-rekannya. (PI-1)