PURBALINGGA – Keceriaan Nurifai (15) siswa kelas 9 SMPN 2 Karangreja, Purbalingga terenggut. Ia hanya bisa berbaring lemah di kamar yang sempit di rumah kakek neneknya, Wasri dan Sumiarti di RT 18 RW 15 Dukuh Bambangan, Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, Purbalingga. Dokter telah memvonisnya menderita tumor ganas di bagian perutnya.
Penderitaannya semakin berat saat ia harus dirujuk ke Rumas Sakit Karyadi Semarang. Bukan soal biaya pengobatan, tetapi biaya hidup keluarga yang menunggu selama di rumah sakit nanti. “Untuk biaya pengobatan, sudah ditanggung pemerintah melalui BPJS. Yang kami pikirkan biaya untuk hidup keluarga yang menunggu,” tutur Ny Kamiti (45), ibu kandung Nurifai.
Ny Kamiti kesehariaanya hanya bekerja sebagai buruh di ladang petani sayur mayor di kaki Gunung Slamet. Ayah kandung Nurifai, Rusli sudah tak ada kabarnya lima tahun terakhir ini. Rusli kabarnya bekerja di Jakarta. Sementara Ny Kamiti kini sudah menikah lagi dengan warga Pemalang yang berprofesi pedagang sayuran.
“Sejak kecil, anak pertama saya Nurifai sudah diasuh kakek neneknya. Saya tinggal tidak serumah dengan Nurifai, tetapi saya sering menengok anak saya,” tutur Kamiti, Senin (9/3) malam. Ny Kamiti menceritakan itu kepada Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi, SE, B.Econ, MM yang sengata datang menjenguk Nurifai.
Rumah kakek nenek, Wasri – Sumiarti sangat sederhana. Untuk menjangkau rumahnya, melalui jalan setapak, sekitar 100 meter dari jalan desa yang sempit. Rumahnya berjarak sekitar 500 meter dari pos pendakian Gunung Slamet di Dukuh Bambangan, Desa Kutabawa. Lantai rumahnya sebagian masih beralasa tanah. Alat-alat pertanian dan pupuk teronggok tidak jauh dari kamar Nurifai yang lembab. Kasur yang dipakai Nurifai yang digelar di tempat tidur pendek juga sudah terlihat lusuh, tanpa sprei.
Bupati Dyah Hayuning Pratiwi yang mendengar ada warganya yang tidak mampu dan terserang tumor, langsung mengunjungi Nurifai. Naluri keibuannya merasa iba saat menjumpai Nurifai tertidur lemas dan pucat. “Punggungnya terasa sakit sekali. Kakinya bengkak,” tutur Nurifai saat ditanya bupati Tiwi apa yang dirasakan sekarang.
Bupati Tiwi mencoba menghibur Nurifai agar tetap semangat dan terus berdoa agar sakitnya bisa sembuh. “Semoga cepat sembuh, bisa sekolah, bisa kumpul teman-teman di sekolah. Kalau sembuh, nanti Ibu kasih hadiah ya,” ujat Tiwi kepada Nurifai.
Bidan Desa Kutabawa, Anna mengungkapkan, Nurifai mulai diketahui sakit saat bulan Desember 2019. Pengobatan sudah dilakukan di Puskesmas Karangreja, di RS Goeteng Tarunadibrata, RS Margono Soekarjo Purwokerto. Saat bulan Desember 2019, dilakukan operasi untuk menyedot cairan di perutnya. Saat itu 10 liter cairan bisa dikeluarkan. Kemudian pada Pebruari 2020, cairan yang diduda penyebab kanker disedot lagi, dan keluar 9 liter. “Diagnosa awal Nurifai terkena Tumor atau penyakit lain belum jelas, karena setelah operasi pada bagian perutnya, cairannya keluar lagi,” ujar Anna.
Nurifai, rencananya Selasa (10/3) pagi akan dibawa ke RS Karyadi Semarang. Ia akan didampingi ibu kandungnya Ny Kamiti dan kakeknya Wasri. (y/Humas Setda Pbg)