PURBALINGGA – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Purbalingga Lalu Syaifudin SH MH menekankan kepada para Kepala Desa (Kades) maupun masyarakat yang tersangkut perkara hukum agar bisa berdamai/diselesaikan sebelum dinaikkan ke pengadilan. Hal itu disampaikan dalam acara Menyamakan Persepsi dan Strategi Pengelolaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang Lebih Akuntabel, Rabu (2/9) di Pendopo Cokrosunaryo, Kecamatan Rembang, Purbalingga.
Kajari menyampaikan, saat ini telah ada Peraturan Kejaksaan Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. “Dalam hal ini perkara pidana dari Kepolisian dapat dihentikan di Kejaksaan tanpa diproses di pengadilan. Jadi tidak perlu masuk penjara. Ini perlu disampaikan kepada masyarakat kita, supaya dibuatkan budaya berdamai dalam menyelesaikan persoalan pidana. Sehingga rasa kekeluargaan, kekerabatan, kegotongroyongan itu terjaga sebagai warisan leluhur kita,” ungkapnya.
Meski demikian proses penghentian penuntutan tersebut ada beberapa syarat yang dianalisis oleh pihak Kejaksaan sesuai dengan peraturan di atas. Kejaksaan Negeri Purbalingga juga menyatakan terbuka sebagai tempat konsultasi para Aparatur Pemerintahan Desa terkait akuntabilitas pengelolaan DD dan ADD.
“Kami mengubah kantor Kejaksaan sebagai balai konsultasi atas kebimbangan yang dihadapi para Kepala Desa, baik karena tidak paham regulasi, ada regulasi tapi berbenturan, karena terlanjur ‘melakukan’ tapi baru menyadari apapun motivasinya kami siap. Jangan ragu untuk sampaikan dan kami tidak bawa ke ranah pidana,” ungkap Kajari.
Disamping itu juga sudah ada kerjasama antara Kepolisian, Kejaksaan dan Pemerintah Daerah bahwa untuk menindaklanjuti aduan masyarakat terkait tata kelola keuangan desa akan dianalisis Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) atau Inspektorat terlebih dahulu. Ketika terbukti kuat terjadi perbuatan melawan hukum dan menyebabkan kerugian Negara baru akan berurusan dengan Aparat Penegak Hukum (APH).
“Ketika terjadi kerugian Negara, maka Bupati dapat meminta kepada Kejaksaan untuk menagih, mau bayar lunas?, bayar cicil? atau serahkan barang?. Saya tanya, kalau terjadi (kasus) lebih baik ditagih atau dipidana?. Kalau ragu memilih, kami yang akan menentukan sikap,” kata Kajari Kepada para Kepala Desa atau BPD yang hadir.
Menurut Kajari, pendampingan ataupun konsultasi Pemerintah Desa kepada Kejaksaan merupakan langkah yang tepat. Sebab terkadang banyak oknum LSM yang mencari-cari kesalahan, mengintimidasi desa dan minta ‘jatah’. “Cara menghadapi hal demikian, ketika sudah dalam pendampingan Kejaksaan, maka ajak mereka (oknum LSM) ke Kejaksaan untuk dicarikan solusi bersama, biasanya mereka tidak berani,” ungkapnya.
Sementara itu Inspektur Inspektorat Kabupaten Purbalingga, Drs Widiono MSi menyampaikan hasil monitoring/audit masih banyak hal yang perlu perbaikan, rata-rata dalam hal penatausahaan pengelolaan dana, SPJ tidak tertib, pajak yang lupa tidak terbayar, belum mencantumkan sumber pendapatan lain seperti Bantuan Keuangan Khusus (BKK), dividen BUMDes, pengelolaan aset belum tertib, pengadministrasian kepegawaian (daftar hadir) tidak lengkap dan sebagainya.
“Mestinya setelah audit kalau ada temuan segera tindaklanjuti. Saat NHP (Naskah Hasil Pemeriksaan), inilah jadi kesempatan untuk komunikasi kepada kami permasalahannya apa, sepanjang bisa berargumen silahkan. Sehingga saat LHP, sudah selesai. Sehingga saat ada kecurigaan masyarakat bapak ibu sudah menyelesaikan atau mengembalikan ke kas desa. Ini harapannya seperti itu,” katanya.(Gn/Humas)